DADU

DADU
Rasakan, engkau punya banyak pilihan....

Senin, 14 Mei 2012

The Tale of Flick



Pada suatu zaman, dimana keseimbangan dunia telah mulai hilang, dan hanya diisi dengan perang dan kekuasaan. Pada tiap-tiap bagian dunia, daerah kekuasaan terbagi menjadi dua golongan besar, yaitu wilayah manusia ksatria dan wilayah hewan ksatria. Namun di antara mereka seperti ada sebuah perjanjian tak tertulis dimana manusia ksatria tidak boleh menyerang dan merebut wilayah hewan ksatria, begitu pun sebaliknya. Hal ini telah berlangsung selama ratusan, bahkan mungkin ribuan tahun. Tak tahu sejak kapan hal ini disepakati.

Namun pada zaman ini, perjanjian kuno itu telah diselewengkan. Memang benar diantara keduanya tak ada yang menyerang satu sama lain, tapi banyak yang menyiasati peperangan dengan cara berkoalisi, saling memanfaatkan satu dengan yang lain. Memanfaatkan permusuhan untuk mencari kawan. Dimana manusia ksatria bersatu dengan hewan ksatria untuk mengalahkan musuh yang sama, demi mencari keuntungan masing-masing. Sungguh zaman dimana tradisi hanya tinggal nama, semua telah buta akan kekuasaan dan kemewahan.

Tapi di antara mereka tentu saja masih ada yang mempunyai hati, dan merasa prihatin dengan keadaan dunia sekarang ini. perang, kehancuran, mayat-mayat telah menjadi pemandangan sehari-hari. Banyak negara dibumihanguskan, dibakar, dan penduduknya dijadikan budak. Sungguh ironis, dimana mereka masih menyandang gelar ksatria, tapi kelakuan kebanyakan mereka adalah penjahat. Tapi beruntunglah dunia, selalu ada cahaya putih di tengah pekatnya kegelapan.

***

“jangan terlalu jauh, di bawah masih terjadi perang!!” Teriak ibunya dari ujung goa. Flick hanya tersenyum, pura-pura tak mendengar. Dari jingganya matahari sore, sepasang sayap Flick membentang, mengepak indah, membuat bayangan di batu-batuan gunung Olympus. Ya, inilah hobi Flick, meloncat dari batuan tertinggi gunung, meluncur ke bawah dengan cepat hingga sebelum menghempas tanah, dan dalam sepersekian detik membentangkan sayapnya, terbang menyusur tebing-tebing lancip batuan. Sayangnya, pemandangan tak lagi seindah dulu, tak lagi seperti sore dulu. Di bawah gunung hanya ada api yang membara, hanya ada dentuman, ledakan, dan percikan adu pedang. Perang sedang berkecamuk. Dan itulah yang membuat khawatir ibunya. Takut ada senjata salah sasaran yang justru akan melukai Flick.

Flick adalah seekor Pegasus. Dia hidup di goa-goa dan batu-batuan gunung Olympus. Dan di zaman ini, Pegasus adalah makhluk yang netral, dimana mereka tak ingin terlibat dalam satu perangpun. Pegasus hanya ingin hidup damai. Sebagai hewan ksatria penguasa gunung Olympus, tentu ada banyak dari kalangan manusia ksatria yang menawarkan koalisi, dan semua ditolak. Semua telah tahu kekuatan koloni Pegasus, sementara perang berkecamuk dimana-mana, koloni Pegasus tetap aman.

Flick mengepakkan sayapnya lebih kencang, mengambil posisi memutar, kembali ke tempat semula, dimana ibunya telah menunggu. Flick disambut dengan pelototan marah ibunya, dan Flick hanya nyengir masam.

“apa yang ibu bilang kau tak boleh melakukan itu lagi! Kamu tak lihat di bawah sedang perang? Bagaimana kalau ujung panah manusia-manusia itu terbang menembus tubuhmu? Kamu pikir manusia itu sedang main-main?” bentak ibu Flick. Flick hanya menunduk, memasang tampang bersalah. Biasanya ibu langsung berhenti ngomel kalau aku diam sambil mengangguk-angguk pura-pura mengerti dan menurut..hehe,pikir Flick. Dan begitulah, Flick hanya diam sampai ibunya kehabisan kata-kata dan mengajaknya pulang, masuk ke daerah terlindung gunung Olympus, dimana koloni Pegasus tinggal.

***

Seseorang berbadan kekar berbaju zirah mendaki tebing batuan curam dengan nafas terengah-engah. Jauh di bawah sana nampak prajurit dan pengawalnya menatap ke atas dengan berdebar-debar cemas. Seperti begitu takut kalau akan terjatuh. Mulai terdengar letupan-letupan suara meledak dari arah puncak tebing, mengirimkan hawa panas ke aliran batuan tebing. Sebentar lagi, pikirnya. Tangan kekar itu mulai gemetar saat menyentuh pegangan batu terakhir, sebelum akhirnya melompat berdiri di puncak tebing yang landai.

Di depannya berdiri kubangan lava meletus kecil-kecil, membuyarkan uap air panas bercampur serpihan api. Sejenak hatinya gentar, berpikir ulang tentang rencananya. Dia adalah Raja Negeri  Albrust, negeri para ksatria pemanah, bernama King Quinc. Dan di puncak sini, dia punya tujuan khusus, awal dari segala mimpinya.

“Tunjukkan wujudmu wahai ksatria hewan!! Aku King Quinc, dari Negeri Albrust, datang khusus kesini menemuimu untuk menawarkan koalisi yang akan membawa pada kejayaan kita bersama!” Teriak King Quinc, suaranya membahana, bahkan sampai terdengar di kaki tebing, dimana para pengawalnya berada. Tetapi masih tak ada jawaban, tak bergeming sedikitpun.

King Quinc mulai cemas, jangan-jangan rencananya ini sesuatu yang salah. Dia telah mengambil risiko dengan mendaki tebing curam ini, mempertaruhkan nyawanya, bahkan senjata Panah Konusu andalannya tidak dia bawa, dititipkan pada pengawalnya di bawah sana.

“Muncullah kau wahai hewan ksatria! Apakah kau sudah sedemikian kecil sehingga kau tak berani bertemu dengan manusia ksatria sepertiku!” lanjut King Quinc mencoba mengintimidasi. Harapannya terkabul. Buih-buih lava meladak-ledak, menciprat ke permukaan tebing, meninggalkan noda hitam mengerikan. Lalu muncullah dia, yang ditunggu-tunggu. King Quinc tersenyum menang.

Dia telah berdiri di depan King Quinc, seekor burung raksasa. Bukan burung biasa, dimana seluruh tubuhnya ditutupi dengan api yang menyala. Sayapnya terbentang besar, mengobarkan panas tiada tara. Matanya menatap nanar King Quinc di depannya, yang menjadi seolah begitu kecil. Dia adalah Burung Phoenix, sang Hewan Ksatria Api.

“Apa maumu manusia?” suara Phoenix, yang bahkan sampai menggetarkan puncak tebing. Sejenak King Quinc merasa gentar. Tak pernah dibayangkan akhirnya bisa bertemu Phoenix yang merupakan ksatria yang didengarnya sejak kecil, dari mendiang kakeknya.

“Aku, King Quinc, menawarkan suatu koalisi yang akan membuatmu tertarik. kau dapat mempercayaiku, sebagaimana aku pun mempercayaimu. Ini adalah janji antara Ksatria, yang disaksikan dewa-dewa penguasa di atas sana. Apakah kamu tertarik untuk mendengarnya wahai Gegrild, sang Phoenix?” ucap King Quinc dengan seluruh keberanian yang dipunyainya.

Gegrild dan King Quinc berpandangan lama. Tak ada yang tahu apa yang terjadi berikutnya, seperti pengawal dan prajurit di bawah tebing yang semakin cemas memikirkan nasib rajanya.

***

Dewan Kehormatan Pegasus sedang mengadakan rapat di aula Istana. Para pejabat Pegasus sampai sesepuh Pegasus berada di sana. Wajah mereka nampak serius, tak ada tanda-tanda rileks. Semua kaku. Beberapa nampak duduk gelisah di bantalan yang didudukinya, beberapa mengeluarkan keringat dingin, tapi banyak juga yang saling pandang satu sama lain, tanpa ada kata yang terucap.

“Apakah memang sudah waktunya Tuan Sphire?” akhirnya ada pegasus yang memecah keheningan. Semua mata kembali fokus.

Sesepuh pemimpin sidang menjawab,”Ya Jocb, kita harus sudah bersiap-siap. Beberapa hari yang lalu aku mendapat kabar dari divisi Intel Rahasia, Krug telah memastikan hal itu. Tinggal menunggu waktu saja untuk sampai di sini.” Tegas pegasus yang dipanggil tuan Sphire.

Satu lagi menginterupsi,”Tapi kita belum punya sosok yang tepat. Dan dalam waktu yang semakin sempit ini, bagaimana kita bisa memilih? Lagipula, bukankah peperangan di Tanah Bawah itu masih berlangsung, dan sepertinya belum akan selesai?”

“tidak begitu Furl, di sana hanya tinggal prajurit-prajurit kecil yang tak lagi diperhitungkan nyawanya. Itu hanya taktik. Mereka telah memikirkan rencana selanjutnya, sebuah langkah yang lebih besar. Dunia ini sudah tak seimbang. Tradisi yang telah turun temurun dijaga, kini hanya tinggal petuah mainan. Dan kalau kita masih bersantai-santai saja, masih menunggu tanpa bertindak, kita baru akan sadar saat semua sudah terlambat. Mau tidak mau, kita harus mengambil keputusan, siapa yang telah ditakdirkan untuk melaksanakan tugas ini. kita tak bisa menunggu lebih lama lagi.” Sphire tegas menjawab. Semua peserta rapat terdiam, menyelami perkataan Sphire. Beberapa mengangguk-angguk. Sudah diputuskan.

Sementara itu, di ruang berbeda, Flick sedang berlatih ilmu peperangan dengan teman-temannya. Mengulang jurus-jurus yang telah diajarkan mentornya kemarin, sekaligus mempraktekkan seluruh teknik yang telah dipelajarinya. Flick mempunyai ketangkasan di atas rata-rata, sayang tekniknya masih amburadul, cenderung sesuka sendiri, bahkan memodifikasi teknik yang telah dipelajarinya. Kadang itu membuat mentor berang, tapi sangat menyenangkan bagi Flick, dimana dia bisa berbuat sesuka hati.

Beberapa variasi jurus dan serangan dengan kedua sayapnya, dengan kakinya, maupun dengan hatalom, sejenis kekuatan dari dalam tubuh ksatria hewan, dimana setiap hewan ksatria memilikinya. Hatalom memiliki kekuatan yang tak terbatas, tergantung bagaimana pengguna mengembangkan dan melatihnya, bahkan senjata manusia ksatria pun bisa dilumpuhkan. Hanya yang belum disadari oleh Flick, bahwa dia menyimpan hatalom besar dalam tubuhnya, yang belum pernah diperlihatkannya pada siapapun, bahkan pada dirinya sendiri.

***

“bagaimana Tuan? Apa yang terjadi di atas tadi?” Seseorang di samping King Quinc bertanya, ketika mereka berjalan kembali menuju Negeri Albrust. Setelah menunggu sekian lama, akhirnya tadi King Albrust turung dari tebing, diiringi suara gemuruh yang memekakkan telinga. Tak ada yang berubah dari King Quinc, tak ada luka satupun. Sepertinya pertemuan tadi berlangsung alot, tapi tak sampai menimbulkan pertempuran.

King Quinc hanya memandang jauh ke depan, ke jalan setapak yang perlahan berkelok, dimana kiri dan kanan hanya tersisa daun dan pohon terbakar, hangus dan gosong, bekas perang sebelumnya. “apa kau benar-benar ingin tahu penasehat Bound?”

“mohon ampun Tuan atas kelancangan hamba.” Segera Penasehat Bound menundukkan kepala, meminta maaf.

“Haha..tak ada yang perlu dimaafkan Bound. Tapi kau hanya perlu melakukan beberapa hal untukku. Yang pertama, pastikan kau sudah menyiapkan semua tentara dan prajurit perang kita lusa hari, yang kedua, pastikan Gegrild tidak berkhianat dan berikan apa yang dia inginkan. Kau mengerti?”

“maksud Tuan, Gegrild sang Phoenix bersedia berkoalisi dengan kita?” Penasehat Bound tampak tak percaya.

“Tentu saja. Berkat informasi darimu, penawaranku sungguh membuatnya tergoda. Semua mendapatkan untung.”

“kalau begitu, dia hanya menginginkan itu saja?”

“ya...dia menginginkan Petir Zeus yang disimpan Koloni Pegasus. Kita akan menguasai tanah mulia Koloni Pegasus, dan Gegrild mendapatkan Petir Zeus. Kita akan menjadi penguasa generasi manusia ksatria, dan Gegrild menguasai generasi hewan ksatria!” wajah King Quinc tampak begitu bersemangat, terbayang sudah di depan matanya kejayaan dirinya yang akan diingat sejarah, dimana namanya akan selalu terdengar selama generasi-generasi selanjutnya.

Sementara itu di puncak tebing berkubah lava, Gegrild memandang dunia dari mata merahnya. Betapa dunia sekarang begitu indah menurutnya, karena ada api dimana-mana, di daratan, di gunung, di hutan dan di perkampungan. Zaman peperangan masih berlanjut, dan api masih dikobarkan. Api-api itu selalu membuatnya bersemangat.

Masih terbayang pertemuannya dengan King Quinc tadi, yang datang menawarkan koalisi peperangan menggempur Koloni Pegasus. Entah darimana King Quinc tahu tentang keinginannya, karena cerita itu kini hanya menjadi mitos. Bahkan sekarang sudah tak terdengar lagi. Cerita tentang adanya Petir Zeus, yang diberikan kepada Pegasus, bergenerasi-generasi yang lalu, dimana seharusnya Petir itu diberikan kepada Phoenix. Kejadian itu terjadi di zaman nenek moyang Gegrild dulu kala, tapi selalu diceritakan turun temurun ke anak cucunya. Dendam yang selalu diturunkan, sampai saat Petir itu bisa kembali direbut.

Dentingan pedang beradu, ledakan bom menghantam istana, erangan suara kematian, menghiasi sore hari, dimana Gegrild akan menjemput takdirnya.

***

“Harus saya akui, dia memang bebal. Tapi untuk urusan petualangan, dia jagonya. Kekuatannya dalam bertempur pun tak diragukan lagi, bakat itu melekat padanya. Sayangnya dia memang malas berlatih. Memang ada apa sampai anda menanyakan hal ini Tuan?” sang mentor bertanya.

Tuan Sphire mendekat ke arah mentor,”Begini mentor Estrunth,”ucapnya setengah berbisik,”seperti yang telah kau ketahui, tanda-tanda peperangan akan mencapai wilayah ini sudah dekat. Takdir itu telah tergambar jelas, sebagaimana telah dikabarkan oleh sesepuh yang lain. Dan kau tentunya tahu pula amanat apa yang telah dititipkan pada Koloni Pegasus, jauh bertahun-tahun yang lalu. Mungkin kinilah saatnya titipan itu kita kembalikan, sekaligus mengembalikan dunia sebagaimana semula, dimana kedamaian menjadi intinya. Kita butuh sayap yang kuat untuk menerbangkannya, butuh nyali yang besar untuk menantang bahayanya, butuh tenaga yang besar untuk menaklukkan tantangannya. Dan satu hal lagi...” Tuan Sphire diam sebentar.

“apa itu?” mentor Estrunth penasaran.

“dia harus tak dikenali, tidak oleh musuh kita.dimana kekuatannya belum terekspos. Dan aku butuh anak muda untuk tugas itu.” Lanjut Tuan Sphire.

“apa tak bisa dari divisi khusus Intel yang melakukannya? Bukankah mereka sudah terlatih?”tanya Mentor Estrunth.

“tak bisa, divisi Intel akan berjaga di sini, menahan gempuran. Mulai sekarang kita harus selalu waspada. Dan hanya anak muda yang memiliki tekad kuat, yang harus pergi melaksanakan tugas itu. Ditambah lagi, dia memiliki tanda itu di balik sayapnya, tanda penerus ksatria sejati. Tanda yang sama.”

Mentor Estrunth menghela nafas, tertahan,”apa kau sudah memberitahunya? Orang tuanya?”
“ya, mungkin sekarang mereka sudah mengatakan itu pada Flick. Mungkin mereka sedang menangis sekarang.” Mereka berdua terdiam lama.

Sementara itu di rumah keluarga Flick, tangisan itu tak pernah terdengar.

“apa? Wah jadi aku yang harus kesana, tentu saja aku mau ayah! Hahaha...daripada bosan di sini, mending bertualang di luar, itu jauh lebih mengasyikkan.” Suara kegirangan Flick membahana di ruang kecil rumahnya.

“hahaha..aku tahu kamu akan senang. Karena itulah aku menawarkan dirimu untuk tugas ini, bahkan aku sampai mengarang pada Tuan Sphire bahwa kau memang yang ditakdirkan karena kamu mempunyai tanda khusus dari nenek moyang Pegasus.” Ayahnya tertawa.

“tapi bagaimana pun itu tetap berbahaya, siapa yang tahu nanti di jalan ada bahaya yang menunggunya?” ucap Ibu Flick, dengan muka lempeng, tenang.

“tanda apa, aku tak merasa punya tanda?”tanya Flick bingung.

Ayahnya tertawa lagi,”jangan pikirkan, itu hanya karanganku saja, biar kau yang berangkat ke sana. Itu hanya untuk mengelabuhi Tuan Sphire. Sudah sekarang kau harus tidur, simpan tenagamu untuk perjalanan yang panjang. Kau butuh banyak istirahat sekarang.”

“baik ayah.” Flick beranjak menuju peraduan, terlelap.

“apa akan baik-baik saja? Dia bahkan tak tahu bahaya yang mengancamnya?” tanya ibunya, selang beberapa lama.

“aku hanya tak ingin dia berperang, aku tak ingin dia mati di sini bersama kita. Aku hanya ingin menyelamatkannya.” Ayah Flick mulai menitikkan air mata.”Bukankah kau sudah tahu, tanda itu memang ada padanya, dialah yang ditakdirkan. Biarlah dia tak mengetahuinya, yang penting dia selamat dulu.”

Ibu Flick ikut menangis, sementara di dalam sana Flick lelap bermimpi.

***

Pasukan Negeri Albrust telah tiba di kaki gunung Olympus. Matahari pagi baru saja menyingsing, ketika terompet perang dikumandangkan. Sontak koloni Pegasus yang masih lelap tidur, bangun seketika. Angin gunung yang biasanya menusuk dingin, kini terasa begitu panas. Dari arah utara, melayang gulungan api merah menyala, bahkan energi panasnya membara sampai ke sudut-sudut goa di gunung Olympus. Tuan Sphire yang telah terjaga tertegun, memandang semua tak sesuai perkiraannya. Sebenarnya hanya satu perkiraannya yang meleset, tapi telah mengubah semua peta persiapannya. Dia yang di sana, yang sedang terbang bersama gulungan api, saudara tua koloni Pegasus, sang Phoenix.

“Tuan Sphire, tampaknya musuh yang satu ini sama sekali jauh dari kata mudah. Ini benar-benar perang yang sesungguhnya...” terdengar suara Pegasus gagah, Krug, ketua divisi Intel.

Tuan Sphire tersenyum kecut,”ya, persiapkan pasukanmu sebaik mungkin. Ucapkan perpisahan pada keluargamu sedini mungkin. Kali ini kita benar-benar tak tahu apa yang akan terjadi. Tak kusangka Gegrild akan ikut ambil bagian...” Tuan Sphire diam sejenak,”Apa dia sudah berangkat? Benda itu sudah dibawanya bukan?” lanjut Tuan Sphire.

“Ya, Flick telah berangkat. Dia harus bisa menyampaikannya kepada Zeus, perang di dunia ini harus diakhiri. Beruntunglah Gegrild tak tahu akan hal itu. Kita harus menahannya di sini selama mungkin. Semoga tak terjadi apa-apa pada Flick.” Tandas Krug. Tuan Sphire memutar tubuhnya, mendekat ke arah Krug.

“baiklah...saatnya kita mulai pertunjukan.”

Lalu bersinarlah Gunung Olympus. Semua pegasus mengeluarkan Hatalom yang dimilikinya, kekuatan sejati yang hanya dimiliki oleh kaum Pegasus. Sebagaimana kekuatan api Phoenix yang juga tak terbatas.

***

Sementara itu, ratusan mil arah barat Gunung Olympus, Flick terbang dengan santai. Tersampir di punggungnya sebuah tas. Flick sama sekali tak tahu apa yang dihadapi koloninya, apa yang akan menimpa kaumnya. Yang Flick tahu, dia harus menyampaikan benda di tasnya itu pada Zeus, secepat mungkin. Sayangnya Flick belum mengerti, dia malah berpikir ini kesempatannya untuk jalan-jalan, kesempatan langka keluar dari wilayah koloninya. Dan sepanjang jalan ini Flick terus tersenyum, memandang matahari dan pemandangan di bawahnya, tanpa menyadari takdir yang dibawanya. Tanpa menyadari bahwa yang dibawanya itu adalah Petir Zeus, yang menjadi satu-satunya pilihan menyelamatkan bukan hanya koloninya, tapi juga menghentikan seluruh perang yang sedang terjadi saat ini.

Fin...

1 komentar:

  1. disertakan dalam CerBul April Kastil Fantasi, puas bisa nyelesaiinnya, meski ga menang ^^

    BalasHapus