Pada suatu zaman, dimana keseimbangan dunia telah mulai
hilang, dan hanya diisi dengan perang dan kekuasaan. Pada tiap-tiap bagian
dunia, daerah kekuasaan terbagi menjadi dua golongan besar, yaitu wilayah
manusia ksatria dan wilayah hewan ksatria. Namun di antara mereka seperti ada
sebuah perjanjian tak tertulis dimana manusia ksatria tidak boleh menyerang dan
merebut wilayah hewan ksatria, begitu pun sebaliknya. Hal ini telah berlangsung
selama ratusan, bahkan mungkin ribuan tahun. Tak tahu sejak kapan hal ini
disepakati.
Namun pada zaman ini, perjanjian kuno itu telah
diselewengkan. Memang benar diantara keduanya tak ada yang menyerang satu sama
lain, tapi banyak yang menyiasati peperangan dengan cara berkoalisi, saling
memanfaatkan satu dengan yang lain. Memanfaatkan permusuhan untuk mencari
kawan. Dimana manusia ksatria bersatu dengan hewan ksatria untuk mengalahkan
musuh yang sama, demi mencari keuntungan masing-masing. Sungguh zaman dimana
tradisi hanya tinggal nama, semua telah buta akan kekuasaan dan kemewahan.
Tapi di antara mereka tentu saja masih ada yang mempunyai
hati, dan merasa prihatin dengan keadaan dunia sekarang ini. perang,
kehancuran, mayat-mayat telah menjadi pemandangan sehari-hari. Banyak negara
dibumihanguskan, dibakar, dan penduduknya dijadikan budak. Sungguh ironis,
dimana mereka masih menyandang gelar ksatria, tapi kelakuan kebanyakan mereka
adalah penjahat. Tapi beruntunglah dunia, selalu ada cahaya putih di tengah
pekatnya kegelapan.
***
“jangan terlalu jauh, di bawah masih terjadi perang!!”
Teriak ibunya dari ujung goa. Flick hanya tersenyum, pura-pura tak mendengar.
Dari jingganya matahari sore, sepasang sayap Flick membentang, mengepak indah,
membuat bayangan di batu-batuan gunung Olympus. Ya, inilah hobi Flick, meloncat
dari batuan tertinggi gunung, meluncur ke bawah dengan cepat hingga sebelum
menghempas tanah, dan dalam sepersekian detik membentangkan sayapnya, terbang
menyusur tebing-tebing lancip batuan. Sayangnya, pemandangan tak lagi seindah
dulu, tak lagi seperti sore dulu. Di bawah gunung hanya ada api yang membara,
hanya ada dentuman, ledakan, dan percikan adu pedang. Perang sedang berkecamuk.
Dan itulah yang membuat khawatir ibunya. Takut ada senjata salah sasaran yang
justru akan melukai Flick.
Flick adalah seekor Pegasus. Dia hidup di goa-goa dan
batu-batuan gunung Olympus. Dan di zaman ini, Pegasus adalah makhluk yang
netral, dimana mereka tak ingin terlibat dalam satu perangpun. Pegasus hanya
ingin hidup damai. Sebagai hewan ksatria penguasa gunung Olympus, tentu ada
banyak dari kalangan manusia ksatria yang menawarkan koalisi, dan semua
ditolak. Semua telah tahu kekuatan koloni Pegasus, sementara perang berkecamuk
dimana-mana, koloni Pegasus tetap aman.
Flick mengepakkan sayapnya lebih kencang, mengambil posisi
memutar, kembali ke tempat semula, dimana ibunya telah menunggu. Flick disambut
dengan pelototan marah ibunya, dan Flick hanya nyengir masam.
“apa yang ibu bilang kau tak boleh melakukan itu lagi! Kamu
tak lihat di bawah sedang perang? Bagaimana kalau ujung panah manusia-manusia
itu terbang menembus tubuhmu? Kamu pikir manusia itu sedang main-main?” bentak
ibu Flick. Flick hanya menunduk, memasang tampang bersalah. Biasanya ibu
langsung berhenti ngomel kalau aku diam sambil mengangguk-angguk pura-pura
mengerti dan menurut..hehe,pikir Flick. Dan begitulah, Flick hanya diam sampai
ibunya kehabisan kata-kata dan mengajaknya pulang, masuk ke daerah terlindung
gunung Olympus, dimana koloni Pegasus tinggal.
***
Seseorang berbadan kekar berbaju zirah mendaki tebing batuan
curam dengan nafas terengah-engah. Jauh di bawah sana nampak prajurit dan
pengawalnya menatap ke atas dengan berdebar-debar cemas. Seperti begitu takut
kalau akan terjatuh. Mulai terdengar letupan-letupan suara meledak dari arah puncak
tebing, mengirimkan hawa panas ke aliran batuan tebing. Sebentar lagi,
pikirnya. Tangan kekar itu mulai gemetar saat menyentuh pegangan batu terakhir,
sebelum akhirnya melompat berdiri di puncak tebing yang landai.
Di depannya berdiri kubangan lava meletus kecil-kecil,
membuyarkan uap air panas bercampur serpihan api. Sejenak hatinya gentar,
berpikir ulang tentang rencananya. Dia adalah Raja Negeri Albrust, negeri para ksatria pemanah, bernama
King Quinc. Dan di puncak sini, dia punya tujuan khusus, awal dari segala
mimpinya.
“Tunjukkan wujudmu wahai ksatria hewan!! Aku King Quinc,
dari Negeri Albrust, datang khusus kesini menemuimu untuk menawarkan koalisi
yang akan membawa pada kejayaan kita bersama!” Teriak King Quinc, suaranya
membahana, bahkan sampai terdengar di kaki tebing, dimana para pengawalnya
berada. Tetapi masih tak ada jawaban, tak bergeming sedikitpun.
King Quinc mulai cemas, jangan-jangan rencananya ini sesuatu
yang salah. Dia telah mengambil risiko dengan mendaki tebing curam ini, mempertaruhkan
nyawanya, bahkan senjata Panah Konusu andalannya tidak dia bawa, dititipkan
pada pengawalnya di bawah sana.
“Muncullah kau wahai hewan ksatria! Apakah kau sudah
sedemikian kecil sehingga kau tak berani bertemu dengan manusia ksatria
sepertiku!” lanjut King Quinc mencoba mengintimidasi. Harapannya terkabul.
Buih-buih lava meladak-ledak, menciprat ke permukaan tebing, meninggalkan noda
hitam mengerikan. Lalu muncullah dia, yang ditunggu-tunggu. King Quinc
tersenyum menang.
Dia telah berdiri di depan King Quinc, seekor burung
raksasa. Bukan burung biasa, dimana seluruh tubuhnya ditutupi dengan api yang
menyala. Sayapnya terbentang besar, mengobarkan panas tiada tara. Matanya
menatap nanar King Quinc di depannya, yang menjadi seolah begitu kecil. Dia adalah
Burung Phoenix, sang Hewan Ksatria Api.
“Apa maumu manusia?” suara Phoenix, yang bahkan sampai
menggetarkan puncak tebing. Sejenak King Quinc merasa gentar. Tak pernah
dibayangkan akhirnya bisa bertemu Phoenix yang merupakan ksatria yang
didengarnya sejak kecil, dari mendiang kakeknya.
“Aku, King Quinc, menawarkan suatu koalisi yang akan
membuatmu tertarik. kau dapat mempercayaiku, sebagaimana aku pun mempercayaimu.
Ini adalah janji antara Ksatria, yang disaksikan dewa-dewa penguasa di atas
sana. Apakah kamu tertarik untuk mendengarnya wahai Gegrild, sang Phoenix?”
ucap King Quinc dengan seluruh keberanian yang dipunyainya.
Gegrild dan King Quinc berpandangan lama. Tak ada yang tahu
apa yang terjadi berikutnya, seperti pengawal dan prajurit di bawah tebing yang
semakin cemas memikirkan nasib rajanya.
***
Dewan Kehormatan Pegasus sedang mengadakan rapat di aula
Istana. Para pejabat Pegasus sampai sesepuh Pegasus berada di sana. Wajah
mereka nampak serius, tak ada tanda-tanda rileks. Semua kaku. Beberapa nampak
duduk gelisah di bantalan yang didudukinya, beberapa mengeluarkan keringat
dingin, tapi banyak juga yang saling pandang satu sama lain, tanpa ada kata
yang terucap.
“Apakah memang sudah waktunya Tuan Sphire?” akhirnya ada
pegasus yang memecah keheningan. Semua mata kembali fokus.
Sesepuh pemimpin sidang menjawab,”Ya Jocb, kita harus sudah
bersiap-siap. Beberapa hari yang lalu aku mendapat kabar dari divisi Intel
Rahasia, Krug telah memastikan hal itu. Tinggal menunggu waktu saja untuk
sampai di sini.” Tegas pegasus yang dipanggil tuan Sphire.
Satu lagi menginterupsi,”Tapi kita belum punya sosok yang
tepat. Dan dalam waktu yang semakin sempit ini, bagaimana kita bisa memilih?
Lagipula, bukankah peperangan di Tanah Bawah itu masih berlangsung, dan sepertinya
belum akan selesai?”
“tidak begitu Furl, di sana hanya tinggal prajurit-prajurit
kecil yang tak lagi diperhitungkan nyawanya. Itu hanya taktik. Mereka telah
memikirkan rencana selanjutnya, sebuah langkah yang lebih besar. Dunia ini
sudah tak seimbang. Tradisi yang telah turun temurun dijaga, kini hanya tinggal
petuah mainan. Dan kalau kita masih bersantai-santai saja, masih menunggu tanpa
bertindak, kita baru akan sadar saat semua sudah terlambat. Mau tidak mau, kita
harus mengambil keputusan, siapa yang telah ditakdirkan untuk melaksanakan
tugas ini. kita tak bisa menunggu lebih lama lagi.” Sphire tegas menjawab.
Semua peserta rapat terdiam, menyelami perkataan Sphire. Beberapa
mengangguk-angguk. Sudah diputuskan.
Sementara itu, di ruang berbeda, Flick sedang berlatih ilmu
peperangan dengan teman-temannya. Mengulang jurus-jurus yang telah diajarkan
mentornya kemarin, sekaligus mempraktekkan seluruh teknik yang telah
dipelajarinya. Flick mempunyai ketangkasan di atas rata-rata, sayang tekniknya
masih amburadul, cenderung sesuka sendiri, bahkan memodifikasi teknik yang
telah dipelajarinya. Kadang itu membuat mentor berang, tapi sangat menyenangkan
bagi Flick, dimana dia bisa berbuat sesuka hati.
Beberapa variasi jurus dan serangan dengan kedua sayapnya, dengan
kakinya, maupun dengan hatalom, sejenis kekuatan dari dalam tubuh ksatria
hewan, dimana setiap hewan ksatria memilikinya. Hatalom memiliki kekuatan yang
tak terbatas, tergantung bagaimana pengguna mengembangkan dan melatihnya,
bahkan senjata manusia ksatria pun bisa dilumpuhkan. Hanya yang belum disadari
oleh Flick, bahwa dia menyimpan hatalom besar dalam tubuhnya, yang belum pernah
diperlihatkannya pada siapapun, bahkan pada dirinya sendiri.
***
“bagaimana Tuan? Apa yang terjadi di atas tadi?” Seseorang
di samping King Quinc bertanya, ketika mereka berjalan kembali menuju Negeri
Albrust. Setelah menunggu sekian lama, akhirnya tadi King Albrust turung dari
tebing, diiringi suara gemuruh yang memekakkan telinga. Tak ada yang berubah
dari King Quinc, tak ada luka satupun. Sepertinya pertemuan tadi berlangsung
alot, tapi tak sampai menimbulkan pertempuran.
King Quinc hanya memandang jauh ke depan, ke jalan setapak
yang perlahan berkelok, dimana kiri dan kanan hanya tersisa daun dan pohon
terbakar, hangus dan gosong, bekas perang sebelumnya. “apa kau benar-benar
ingin tahu penasehat Bound?”
“mohon ampun Tuan atas kelancangan hamba.” Segera Penasehat
Bound menundukkan kepala, meminta maaf.
“Haha..tak ada yang perlu dimaafkan Bound. Tapi kau hanya
perlu melakukan beberapa hal untukku. Yang pertama, pastikan kau sudah
menyiapkan semua tentara dan prajurit perang kita lusa hari, yang kedua,
pastikan Gegrild tidak berkhianat dan berikan apa yang dia inginkan. Kau
mengerti?”
“maksud Tuan, Gegrild sang Phoenix bersedia berkoalisi
dengan kita?” Penasehat Bound tampak tak percaya.
“Tentu saja. Berkat informasi darimu, penawaranku sungguh
membuatnya tergoda. Semua mendapatkan untung.”
“kalau begitu, dia hanya menginginkan itu saja?”
“ya...dia menginginkan Petir Zeus yang disimpan Koloni
Pegasus. Kita akan menguasai tanah mulia Koloni Pegasus, dan Gegrild
mendapatkan Petir Zeus. Kita akan menjadi penguasa generasi manusia ksatria,
dan Gegrild menguasai generasi hewan ksatria!” wajah King Quinc tampak begitu
bersemangat, terbayang sudah di depan matanya kejayaan dirinya yang akan
diingat sejarah, dimana namanya akan selalu terdengar selama generasi-generasi
selanjutnya.
Sementara itu di puncak tebing berkubah lava, Gegrild
memandang dunia dari mata merahnya. Betapa dunia sekarang begitu indah
menurutnya, karena ada api dimana-mana, di daratan, di gunung, di hutan dan di
perkampungan. Zaman peperangan masih berlanjut, dan api masih dikobarkan.
Api-api itu selalu membuatnya bersemangat.
Masih terbayang pertemuannya dengan King Quinc tadi, yang
datang menawarkan koalisi peperangan menggempur Koloni Pegasus. Entah darimana
King Quinc tahu tentang keinginannya, karena cerita itu kini hanya menjadi
mitos. Bahkan sekarang sudah tak terdengar lagi. Cerita tentang adanya Petir
Zeus, yang diberikan kepada Pegasus, bergenerasi-generasi yang lalu, dimana
seharusnya Petir itu diberikan kepada Phoenix. Kejadian itu terjadi di zaman
nenek moyang Gegrild dulu kala, tapi selalu diceritakan turun temurun ke anak
cucunya. Dendam yang selalu diturunkan, sampai saat Petir itu bisa kembali
direbut.
Dentingan pedang beradu, ledakan bom menghantam istana,
erangan suara kematian, menghiasi sore hari, dimana Gegrild akan menjemput
takdirnya.
***
“Harus saya akui, dia memang bebal. Tapi untuk urusan petualangan,
dia jagonya. Kekuatannya dalam bertempur pun tak diragukan lagi, bakat itu
melekat padanya. Sayangnya dia memang malas berlatih. Memang ada apa sampai
anda menanyakan hal ini Tuan?” sang mentor bertanya.
Tuan Sphire mendekat ke arah mentor,”Begini mentor
Estrunth,”ucapnya setengah berbisik,”seperti yang telah kau ketahui,
tanda-tanda peperangan akan mencapai wilayah ini sudah dekat. Takdir itu telah
tergambar jelas, sebagaimana telah dikabarkan oleh sesepuh yang lain. Dan kau
tentunya tahu pula amanat apa yang telah dititipkan pada Koloni Pegasus, jauh
bertahun-tahun yang lalu. Mungkin kinilah saatnya titipan itu kita kembalikan,
sekaligus mengembalikan dunia sebagaimana semula, dimana kedamaian menjadi
intinya. Kita butuh sayap yang kuat untuk menerbangkannya, butuh nyali yang
besar untuk menantang bahayanya, butuh tenaga yang besar untuk menaklukkan
tantangannya. Dan satu hal lagi...” Tuan Sphire diam sebentar.
“apa itu?” mentor Estrunth penasaran.
“dia harus tak dikenali, tidak oleh musuh kita.dimana
kekuatannya belum terekspos. Dan aku butuh anak muda untuk tugas itu.” Lanjut
Tuan Sphire.
“apa tak bisa dari divisi khusus Intel yang melakukannya?
Bukankah mereka sudah terlatih?”tanya Mentor Estrunth.
“tak bisa, divisi Intel akan berjaga di sini, menahan
gempuran. Mulai sekarang kita harus selalu waspada. Dan hanya anak muda yang
memiliki tekad kuat, yang harus pergi melaksanakan tugas itu. Ditambah lagi,
dia memiliki tanda itu di balik sayapnya, tanda penerus ksatria sejati. Tanda
yang sama.”
Mentor Estrunth menghela nafas, tertahan,”apa kau sudah
memberitahunya? Orang tuanya?”
“ya, mungkin sekarang mereka sudah mengatakan itu pada
Flick. Mungkin mereka sedang menangis sekarang.” Mereka berdua terdiam lama.
Sementara itu di rumah keluarga Flick, tangisan itu tak
pernah terdengar.
“apa? Wah jadi aku yang harus kesana, tentu saja aku mau ayah!
Hahaha...daripada bosan di sini, mending bertualang di luar, itu jauh lebih
mengasyikkan.” Suara kegirangan Flick membahana di ruang kecil rumahnya.
“hahaha..aku tahu kamu akan senang. Karena itulah aku
menawarkan dirimu untuk tugas ini, bahkan aku sampai mengarang pada Tuan Sphire
bahwa kau memang yang ditakdirkan karena kamu mempunyai tanda khusus dari nenek
moyang Pegasus.” Ayahnya tertawa.
“tapi bagaimana pun itu tetap berbahaya, siapa yang tahu
nanti di jalan ada bahaya yang menunggunya?” ucap Ibu Flick, dengan muka
lempeng, tenang.
“tanda apa, aku tak merasa punya tanda?”tanya Flick bingung.
Ayahnya tertawa lagi,”jangan pikirkan, itu hanya karanganku
saja, biar kau yang berangkat ke sana. Itu hanya untuk mengelabuhi Tuan Sphire.
Sudah sekarang kau harus tidur, simpan tenagamu untuk perjalanan yang panjang.
Kau butuh banyak istirahat sekarang.”
“baik ayah.” Flick beranjak menuju peraduan, terlelap.
“apa akan baik-baik saja? Dia bahkan tak tahu bahaya yang
mengancamnya?” tanya ibunya, selang beberapa lama.
“aku hanya tak ingin dia berperang, aku tak ingin dia mati
di sini bersama kita. Aku hanya ingin menyelamatkannya.” Ayah Flick mulai
menitikkan air mata.”Bukankah kau sudah tahu, tanda itu memang ada padanya,
dialah yang ditakdirkan. Biarlah dia tak mengetahuinya, yang penting dia
selamat dulu.”
Ibu Flick ikut menangis, sementara di dalam sana Flick lelap
bermimpi.
***
Pasukan Negeri Albrust telah tiba di kaki gunung Olympus.
Matahari pagi baru saja menyingsing, ketika terompet perang dikumandangkan.
Sontak koloni Pegasus yang masih lelap tidur, bangun seketika. Angin gunung
yang biasanya menusuk dingin, kini terasa begitu panas. Dari arah utara,
melayang gulungan api merah menyala, bahkan energi panasnya membara sampai ke
sudut-sudut goa di gunung Olympus. Tuan Sphire yang telah terjaga tertegun,
memandang semua tak sesuai perkiraannya. Sebenarnya hanya satu perkiraannya
yang meleset, tapi telah mengubah semua peta persiapannya. Dia yang di sana,
yang sedang terbang bersama gulungan api, saudara tua koloni Pegasus, sang
Phoenix.
“Tuan Sphire, tampaknya musuh yang satu ini sama sekali jauh
dari kata mudah. Ini benar-benar perang yang sesungguhnya...” terdengar suara
Pegasus gagah, Krug, ketua divisi Intel.
Tuan Sphire tersenyum kecut,”ya, persiapkan pasukanmu sebaik
mungkin. Ucapkan perpisahan pada keluargamu sedini mungkin. Kali ini kita
benar-benar tak tahu apa yang akan terjadi. Tak kusangka Gegrild akan ikut ambil
bagian...” Tuan Sphire diam sejenak,”Apa dia sudah berangkat? Benda itu sudah
dibawanya bukan?” lanjut Tuan Sphire.
“Ya, Flick telah berangkat. Dia harus bisa menyampaikannya
kepada Zeus, perang di dunia ini harus diakhiri. Beruntunglah Gegrild tak tahu
akan hal itu. Kita harus menahannya di sini selama mungkin. Semoga tak terjadi
apa-apa pada Flick.” Tandas Krug. Tuan Sphire memutar tubuhnya, mendekat ke
arah Krug.
“baiklah...saatnya kita mulai pertunjukan.”
Lalu bersinarlah Gunung Olympus. Semua pegasus mengeluarkan
Hatalom yang dimilikinya, kekuatan sejati yang hanya dimiliki oleh kaum
Pegasus. Sebagaimana kekuatan api Phoenix yang juga tak terbatas.
***
Sementara itu, ratusan mil arah barat Gunung Olympus, Flick
terbang dengan santai. Tersampir di punggungnya sebuah tas. Flick sama sekali
tak tahu apa yang dihadapi koloninya, apa yang akan menimpa kaumnya. Yang Flick
tahu, dia harus menyampaikan benda di tasnya itu pada Zeus, secepat mungkin.
Sayangnya Flick belum mengerti, dia malah berpikir ini kesempatannya untuk
jalan-jalan, kesempatan langka keluar dari wilayah koloninya. Dan sepanjang
jalan ini Flick terus tersenyum, memandang matahari dan pemandangan di
bawahnya, tanpa menyadari takdir yang dibawanya. Tanpa menyadari bahwa yang
dibawanya itu adalah Petir Zeus, yang menjadi satu-satunya pilihan
menyelamatkan bukan hanya koloninya, tapi juga menghentikan seluruh perang yang
sedang terjadi saat ini.
Fin...
disertakan dalam CerBul April Kastil Fantasi, puas bisa nyelesaiinnya, meski ga menang ^^
BalasHapus