DADU

DADU
Rasakan, engkau punya banyak pilihan....

Rabu, 31 Oktober 2012

Rekap Oktober

Berikut hasil rekap bacaan saya selama bulan Oktober ini:

Buku
1. Thirteen Reasons Why (3/5)
2. Survive : A Cinematic Thriller (4/5)
3. Marcy's Problem at School (3/5)
4. The Naked Traveler (3/5)
5. Vampire Academy (3/5)
6. Guardian Angel (2/5)
7. The Wind in the Willows (3/5)
8. If You Were Mine (3/5)
9. Poconggg juga Pocong (2/5)
10. Tea for Two (2/5)

Komik/Manga
1. Lucky Luke: Harta Karun Ran Tan Plan (3/5)
2. Asterix: Prajurit Romawi (3/5)
3. Lucky Luke: Kota Dalton (3/5)
4. Arad dan Maya: Misteri Putri Mars (3/5)
5. Lucky Luke: Dalton Bersaudara Bertobat (4/5)
6. Asterix: Hadiah Caesar (4/5)
7. 5 Centimeters per second (4/5)
8. Q and A Vol 6 (End) (4/5)
9. We Were There (Bokura ga Ita) Vol 1 (3/5)
10. We Were There (Bokura ga Ita) Vol 2 (3/5)

Demikianlah laporan saya. Setidaknya, hasil ini lebih baik dari bulan lalu, yang belum sempat saya buat. Semoga bulan depan akan meningkat lagi, tergantung pada kelonggaran waktu dan banyaknya libur kantor. Terima kasih. Laporan selesai.

Kamis, 04 Oktober 2012

Remember When



Judul : Remember When

Penulis : Winna Efendi

Penerbit : Gagas Media

Jumlah Hal. : 252 hal.

ISBN : 979-780-487-9

Cinta. Romantis. Masa SMA. Inilah tema pokok novel karya Winna Efendi ini. Sebuah tema yang umum memang, mengingat sangat banyak novel serupa yang mengusung tema ini. Tema yang tak ada matinya, begitulah. Bosan? Mungkin. Tapi tema ini bisa dibuat menarik dengan eksekusi yang unik, lain, menghadirkan kejutan dan gaya penceritaan yang menarik. Dan memang, Winna ahli untuk hal ini.
Bercerita tentang empat sahabat, Moses dan Adrian, serta Freya dan Gia. Masing-masing menyimpan cinta dan memutuskan untuk mengungkapkannya, pacaran. Mereka sering melakukan kegiatan bersama, sehingga Adrian yang sebelumnya tak begitu mengenal Freya, perlahan mulai mengerti seperti apa sosok Freya. Lalu hubungan itu secara mengejutkan berubah menjadi rumit, sehingga harus ada yang berkorban, harus ada yang mengalah.
Novel ini memakai sudut pandang masing-masing tokoh, yaitu Moses, Freya, Gia dan Adrian. Serta satu tokoh luar yaitu Erik, yang memandang secara obyektif. Novel ini mengemukakan konflik cinta segiempat antara keempat tokoh di atas, yang juga merupakan sahabat karib. Bagaimana hubungan Moses dan Freya yang begitu datar dan tanpa kejutan, lalu hubungan Adrian dan Gia yang diwarnai putus nyambung, serta bagaimana ketika hati begitu mudah terbolak-balik dengan hadirnya cinta yang baru. Bagaimana harus mempertahankan cinta, atau melepaskannya?
Winna dengan lancar mendeskripsikan karakter tiap tokoh dengan baik, sehingga kita dapat dengan mudah menyelami seolah merasakan sendiri konfliknya. Meski agak membingungkan, tapi memakai 5 sudut pandang yang berbeda menimbulkan sensasi tersendiri, lebih mengetahui apa yang dirasakan tiap tokoh secara lebih detail.
Sayangnya, konflik yang sedemikian bagus diusung dan diceritakan Winna, menurut saya terlalu berat dan rumit untuk anak SMA. Bagaimana cara penyikapan mereka atas masalah malah terasa terlalu dewasa. Benarkah anak SMA sekarang telah sedewasa itu? Entahlah. Karena menurut saya, masa SMA masih terlalu labil untuk diberi konflik serumit itu. Tapi bagaimanapun, tiap orang kan berbeda. Masih bisa ditoleransi.
Selain itu, ending kisah ini saya rasa terlalu memaksa untuk dijadikan happy ending. Mengapa? Mengingat apa yang telah dilakukan oleh tiap tokoh baik saat konflik terjadi maupun sebelumnya, ending tersebut terkesan begitu klise, dipaksakan. Saya berpikir malah lebih baik ending tersebut dibiarkan menggantung saja, lalu serahkan pada pembaca ingin mengakhirinya seperti apa. Seperti contohnya keputusan yang diambil Gia dan Adrian di ending buku ini, saya rasa keputusan itu terlalu memaksa mengingat apa yang sudah pernah terjadi.
Secara keseluruhan, novel ini sangat layak dibaca, karena gaya bercerita Winna yang memang sangat bagus, sangat runut.

Kamis, 27 September 2012

My Stupid Boss 4


Judul                     : My Stupid Boss 4 (Trust No One, Suspect Everyone!)
Pengarang             : Chaos@Work
Penerbit                : Gradien Mediatama
Jumlah Hal.           : 320 hal.
ISBN                    : 978-602-208-033-6

Maraknya buku bertema Personal Literature sekarang ini membuat persaingan semakin ketat. Karena itu dibutuhkan sesuatu yang segar, yang berbeda daripada buku yang lain yang dapat memikat pembaca. Buku ini salah satunya.
Penulis buku ini tak mau mengungkap identitas aslinya, tidak nama maupun fotonya. Bahkan untuk tokoh yang menceritakan dirinya sendiripun penulis hanya menggunakan nama Kerani, nama samaran. Demikian halnya dengan atasannya yang hanya dipanggil Bossman. Mungkin di sinilah letak menariknya, dengan membuat pembaca penasaran akan identitas asli penulis, membuat pembaca terus menanti tiap seri bukunya, dengan harapan suatu saat penulis akan membeberkan identitas dirinya dan bosnya.
Buku ini bercerita tentang pengalaman dunia kerja, antara Kerani dengan Bossman. Ulah Bossman yang aneh, absurd, menjengkelkan namun seperti candu. Sedangkan Kerani mengimbanginya dengan mendebat, menegur, melempar stepler namun tetap menghormati atasannya tersebut. Hal ini tercermin dari salah satu cerita di buku ini ketika Bossman dihina oleh anak temannya yang sedang magang di kantor Bossman. Bossman hanya diam, justru Keranilah yang balik memarahi anak itu. Sungguh pelajaran yang mulia, bagaimana urusan pribadi tidak seharusnya dilibatkan dalam urusan pekerjaan.
Selain itu, buku ini masih tetap menceritakan bagaimana pelitnya Bossman dan selalu tidak mau rugi. Selalu mengambil keuntungan dari para bawahannya, juga masih tentang bagaimana Bahasa Inggris Bossman yang sering kacau balau dan sangat tidak update untuk urusan gadget dan lagu terbaru. Sangat menarik, bagaimana penceritaan Kerani begitu mulus, seolah kita melihat sendiri bagaimana Bossman bertingkah dan membuat kekonyolan. Namun di luar itu, sosok Boosman sendiri malah bukan tergambar sebagai bos yang menyebalkan, justru tertangkap sebagai sosok yang menggemaskan. Kita malah berpikiran “sepertinya enak ya punya bos konyol kayak gitu”.
Sayangnya di buku ini terlalu banyak selingan untuk halaman tanya jawab, seperti kolom pembaca. Terus terang hal itu sedikit mengurangi keasyikan membaca kisah Bossman ini, apalagi pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan cenderung tidak penting dan berulang-ulang. Mungkin lebih baik halaman itu disendirikan di bagian akhir buku, sehingga tidak mengganggu kenikmatan membaca buku ini.
Sebagai penghilang stres, buku ini pantas dijadikan pilihan.

Sumber gambar: sini

Keluarga Twits


Judul                   : Keluarga Twit
Pengarang           : Roald Dahl
Penerbit              : Gramedia Pustaka Utama
Jumlah Hal          : 104 Hal
ISBN                  :  978-979-22-0275-5

Buku ini menceritakan tentang Mr. dan Mrs. Twit, sepasang suami istri, yang saling mengerjai dengan cara yang mengerikan. Taka da yang mau mengalah dan tak pernah puas dengan keisengan yang dilakukan terus menerus. Selain itu, mereka merupakan sosok yang menjijikan, dengan rambut yang tumbuh di seluruh wajah yang bertahun-tahun tak dicuci. Merekapun ternyata tak pernah mandi!!
Keanehan belum cukup sampai di situ. Rumah mereka tak memiliki sebuah jendelapun dan mereka memiliki peliharaan monyet Muggle-Wump yang diajari jungkir balik setiap waktu. Di sini akan diceritakan bagaimana Mr. dan Mrs. Twit saling melakukan keisengan, bagaimana kekejaman mereka pada monyet Muggle-Wump dan burung-burung dan apa yang dilakukan monyet Muggle-Wump untuk membalas Mr. dan Mrs. Twit dengan bantuan burung Roly-Poly.
Seperti biasa, Roald Dahl menggambarkan imajinasinya dengan bagus, dengan mendetail. Dengan konsep cerita yang sederhana tapi tetap dengan kekomplekan karakter tokohnya. Lihatlah bagaimana Dahl menggambarkan menjijikannya Mr. Twit dengan rambut-rambutnya melalui kalimat-kalimat sederhana dan begitu jujur, begitu lugas, bahkan untuk anak-anak sekalipun, beserta ilustrasi yang akan membantu kita membayangkannya di otak. Begitu pula halnya dengan Mrs. Twit. Ya, ilustrasi-ilustrasi di sini begitu menarik, sangat membantu, membuat kita tak cepat merasa bosan hanya membaca tulisan saja.
Roald Dahl juga tetap menyelipkan pelajaran moral yang baik untuk anak-anak, melalui tokoh di buku ini. Bagaimana pentingnya menjaga kebersihan agar tak tampak menjijikan seperti Mr. dan Mrs. Twit. Ada pula pelajaran agar tak saling mengerjai karena tak ada untungnya, hanya menimbulkan kebencian dan keinginan balas dendam. Dan yang utama adalah bahwa pihak yang baik dan tertindas, dengan kecerdikannya, akan menang.
Sayang sekali, Dahl menyelipkan begitu banyak umpatan-umpatan, yang jujur menurut saya, tidak pantas untuk dibaca anak-anak. Meski telah dialihbahasakan, tetap saja umpatan adalah umpatan. Santun dalam perkataan sepertinya juga merupakan hal penting yang harus diajarkan pada anak-anak. Dan umpatan ini tidak pantas ada di buku anak. Pendampingan orang tua, ketika anak membaca buku ini, sangat diperlukan. Terutama untuk menjelaskan kelakuan tiap karakter dan menyensor kalimat-kalimat yang tak pantas dibaca anak.
Umpatan itu seperti:
“Diamlah, nenek sihir tua” (hal. 20)
“Aku datang, belut ubanan! Lobak tua busuk! Orang-orangan sawah kotor!” (hal. 44)
Selain dari itu, buku ini pantas digunakan sebagai alternative bacaan anak karena tetap banyak pelajaran yang bisa dipetik.

Link gambar: sini

Senin, 30 Juli 2012

Bingung Mau Ngomong Apa...


Senanggg!!!

Kenapa?

Gini ceritanya. Tadi malem, sambil nunggu ngantuk n nyambi nonton bola, saya iseng nyari nama saya di pencarian Google. Saya memasukkan nama dua kali, yang pertama adalah nama asli saya dan yang kedua adalah nama alias yang sering saya pakai di dunia maya. Saya sih cuma mau ngetes aja, seberapa terkenalkah saya di mbah Google. ^ ^

Oke, yg di atas abaikan saja...

Jadi hasilnya gini...

Nama asli saya muncul pada situs-situs yg saya ikuti, seperti jejaring sosial, blog dll. Mayoritas sih twitter, berhubung yang paling aktif ya cuma itu, Fb sudah saya deaktif, Fs ga pernah dibuka lagi, situs kelulusan pas kuliah, macem-macem pokoknya. Nah tiba-tiba aja nih, seolah takdir datang menjemput saya, eh nama saya kok muncul di nulisbuku (situs penerbit). Emang sih, nama saya pernah sekali muncul di sana, pas ada event nulis bareng dalam memeringati kematian seseorang, dan syukurnya cerpen saya termasuk yg terpilih untuk dibukukan, sedangkan royaltinya disumbangkan untuk pengembangan sebuah taman bacaan.

Tapi kali ini lain. Nama saya tercantum bukan di buku yg saya maksud di atas, melainkan di buku lain. Terkejut melihatnya, saya coba donlod versi pdf yg merupakan sampel buku dimaksud. Setelah berhasil, lalu saya baca. Udah lupa padahal, cerpen ini memang saya yg tulis. Cuma masalahnya, saya tidak ingat lagi saya kirim untuk event apa. Mau nyalain lepi ngecek daftar tulisan, males banget, secara udah jam setengan dua belas malem. Tapi akhirnya saya ingat, cerpen itu saya kirimkan berbulan-bulan lalu untuk sebuah event bertema cinta pertama. eaaaa...!!!

Begitupun dengan buku yg lain. Saya menemukan satu buku lagi yg tercantum nama saya, dan baru saya sadari. Saya langsung ingat event apa karena jangka waktunya belum terlalu lama. Mungkin kelalaian saya sih karena nggak pernah ngecek lagi ke blog panitianya, karena biasanya setelah saya kirim, event itu segera saya lupakan. Biasanya karena ada event lain yg segera masuk deadline, tapi lebih sering karena kerjaan kantor yg menumpuk.

Setelah saya telusuri lebih jauh, kenapa saya tak memperoleh kabar perihal lolosnya cerpen saya dan dapat dibukukan, ternyata karena saya mengganti akun twitter saya...hehe. Sumpah asli lupa banget. Dulu awalnya saya pakai nama asli saya, tapi setelah itu saya ganti menjadi @GI_kirin, dan ternyata, panitia event itu masih me-mention saya dengan nama akun asli saya. Otomatis mention itu tak pernah masuk, karena namanya udah beda...:cd

Padahal kan rugi juga, secara dua buku itu menyebutkan bahwa royalti akan dibagikan..hehe!

Nggak juga sih, saya sudah senang nama saya ada di situ, jadi berasa eksis aja. Saya kurang begitu bisa bersosialisasi, jadi cukuplah nama saya mewakili diri saya yang sesunggunya..halah *mulai nggak jelas*

Alhamdulillah, saya sudah kerja dan punya penghasilan. Mungkin ntar kali ya kalo saya sudah bikin novel sendiri baru saya ngarep royalti..hehe! *masih ngimpi*

Oh ya, terima kasih sebelumnya untuk panitia semua event yg saya ikuti. Terima kasih atas kesempatan yg telah diberikan pada saya. Jadi bangga nama saya ada di tiga buku. Arigatou Gozaimasu...!!

Link buku tersebut ada di sini dan di sini

Kalo ada yang sudah baca mohon masukannya ya...semoga nantinya bisa lebih baik lagi.

-sumber gambar: dari sini

Rabu, 25 Juli 2012

Wishful Wednesday -- The Invention of Hugo Cabret

Sebenarnya postingan ini sih dalam rangka ikutan Wishful Wednesday yang diadain Mb Astrid. Tadi pas buka GR, eh ada yg lagi bahas giveaway buku yang diinginkan, dan berhubungan saya lagi ngebet pengen buku (yang sayangnya ga ada dana karena teralihkan utk pulkam lebaran ntar) alhasil ikutlah saya acara besar berjudul Wishful Wednesday ini ^^.

Kalo ada yang pernah liat daftar wishlist saya di GR, pasti nemu buku The Invention of Hugo Cabret. Pengen banget baca dan punya buku ini. Kenapa? karena kalo liat reviu temen-temen GR (paling nggak daftar temen saya), semua memberi rating 4 dan 5 bintang! Wowww...apalagi kalo baca reviunya temen-temen yang dah kelas kakap, jelas buku ini jauh dari kata mengecewakan. Karena itu, saya sangat berharap bulan ini bisa mendapat buku ini, yang nantinya akan menemani saya di bus dalam perjalanan pulang kampung.

Bagaimana isi buku ini? Saya tidak ingin menerangkannya di sini, karena takutnya ternyata saya salah tangkap dari banyak reviu yang telah saya baca. Akan tetapi, di sini ditekankan pelajaran akan besarnya kekuatan mimpi, bagaimana menyikapi masa lalu dan masa depan, serta banyak lagi. Satu hal lagi yang menjadi nilai plus, yaitu adanya sketsa-sketsa grafis yang ikut 'bercerita' di buku ini, bukan hanya melulu kumpulan abjad yang kadang membuat kita mengantuk.

Ini gambar kovernya

Salah satu link untuk membeli online di sini

Semoga bisa menang. Oh ya, saat ini kan bulan puasa, jadi semoga doa saya dikabulkan, serta buku ini ga masuk di wishlist lagi melainkan ke rak currently reading ^^

Selasa, 26 Juni 2012

Sunset Bersama RosieSunset Bersama Rosie by Tere Liye
My rating: 2 of 5 stars

berdasarkan informasi, buku ini sama dengan Senja Bersama Rosie (kalau ga salah sih judulnya gitu), udah pernah baca dulu. Agak kaget pas tiba-tiba judulnya kok berubah, apa ceritanya juga berubah? Semoga sama ^^

View all my reviews

Kamis, 14 Juni 2012

Cincin Monster (Magic Shop, #1)Cincin Monster by Bruce Coville
My rating: 2 of 5 stars

Selesai saat di kantor, mencuri-curi waktu untuk membaca, sangat tipis dan dengan alur yang cepat membuat buku ini selesai dengan cepat. 1 hari saat di kantor!! yeah..!!

Cerita fantasy ringan, yang bertema petualangan tapi tak membutuhkan kernyitan dahi. Sanagt cocok untuk hiburan. Tentang sebuah cincin, dimana pemakainya bisa menjadi monster dengan menggunakan cincin tersebut, dengan catatan mematuhi petunjuk yang telah disertakan dalam paketnya. Petunjuk itu seperti petunjuk pemakaian obat yang tertera dosisnya, dan bila tak sesuai memungkinkan adanya efek samping. Yah namanya anak kecil, jadi monster udah seneng, jadi petunjuknya dilupain deh.

...Rasa-rasanya mirip saya yang sering mengabaikan suatu detail ^^

View all my reviews

Rabu, 13 Juni 2012

Sahara : Ketika Aladdin, Ali Baba, dan Sinbad Bertarung dengan Jin SaktiSahara : Ketika Aladdin, Ali Baba, dan Sinbad Bertarung dengan Jin Sakti by Nugraha Wasistha
My rating: 3 of 5 stars

Sangat menarik. Berkisah tentang 3 tokoh terkenal di dunia dongeng, seperti dalam hikayat 1001 malam. Cerita dimulai dari Sinbad dan Ali Baba yang diminta bantuan oleh Aladdin untuk merebut kembali lampu ajaib dari tangan istrinya. Berdasar cerita Aladdin, istrinya begitu terobsesi dengan lampu ajaib dan jin yang ada di dalamnya, sehingga sangat berbahaya apabila jin dikuasai oleh seorang wanita.

Petualangan dimulai ketika sesampai di istana Aladdin, kerajaan itu telah luluh lantak. ternyata jin itulah yang menghancurkan kerajaan Aladdin karena perintah istri Aladdin seperti itu. Di sinilah rintangan yang sebenarnya dihadapi, bagaimana manusia biasa harus berhadapan dengan jin yang memiliki kekuatan luar biasa.

Sangat kaget sebenarnya, sewaktu diceritakan di awal bahwa Sinbad adalah seorang mubaligh. Woww..sang penakluk 7 lautan telah insyaf dan menjadi ustadz yang mengajarkan dan mengajak orang lain kembali ke jalan yang benar. Sementara Ali Baba digambarkan sebagai seorang penculi cilik yang memiliki reputasi kelas wahid. Sedangkan Aladdin adalah seorang raja besar yang memiliki kerajaan yang sangat indah. Oke..penokohannya saja sudah dimodifikasi sedemikian rupa, jangan heran kalau watak tiap tokoh juga tak sesuai perkiraan kita.

Buku ini bisa menjaga rahasia, dan membuat kita terus dirundung penasaran sampai akhir. Jadi jangan terburu-buru membuat kesimpulan bahwa masalah telah selesai, karena selalu ada langit di atas langit..halah!

Sayang sekali, di halaman awal saya sudah menemukan kesalahan, bagaimana penulis mengartikan muhrim sebagai seseorang yang haram dinikahi, sehingga istilah tidak mau menyentuh perempuan yang bukan muhrim digunakan di sini. Padahal muhrim adalah istilah orang haji yang sedang melakukan ihrom. Istilah yang benar digunakan adalah bukan mahrom. Menurut saya, ini fatal. Mengingat buku ini mengangkat tema Islam dan menceritakan usaha dakwah seseorang mengajak kembali ke jalan Alloh.

Tapi secara keseluruhan buku ini menarik. Menghibur tentunya ^^

View all my reviews

Selasa, 12 Juni 2012

Mereka Bilang, Saya Monyet!Mereka Bilang, Saya Monyet! by Djenar Maesa Ayu
My rating: 2 of 5 stars

Entahlah, saya juga bingung kenapa hanya 2 bintang. Saya hanya tidak suka dengan cerita yang sedemikian vulgar, tak ada tedeng aling-aling, dan menggunakan bahasa yang cukup sederhana. Meski sebenarnya tidak semua cerpen di sini seperti itu, tapi dari awal baca, otak saya sudah terpersepsi seperti itu...Maaf ^^

View all my reviews

Senin, 11 Juni 2012

Ratu Callista Sang Panglima Laskar OnyxRatu Callista Sang Panglima Laskar Onyx by Vinca Callista
My rating: 2 of 5 stars

Cerita tentang remaja, baru menginjak 17 tahun, yang sedang mengalami masa puber dan terpesona akan cinta. Ratu Callista, cewek kaya raya yang mencintai Daniel, teman sekolahnya. pada suatu acara camp sekolah, Callista ingin memberikan hadiah syal rajutannya sendiri sebagai hadiah ulang tahun Daniel. Sayang, rencananya tak berjalan lancar. Ratu salah paham akan hubungan sahabatnya, Irli, dan Daniel. Ratu mengira bahwa Irli telah merebut Daniel padahal tahu kalau Ratu menyukai Daniel. Hal ini terjadi karena hasutan seseorang yang tak menyukai Ratu, karena keangkuhannya.

Karena itu, RAtu melarikan diri dari camp ke hutan, dan karena lelah serta tersesat, Ratu masuk ke sebuah goa. Tanpa disangka, goa tersebut menjadi penghubung dunia Ratu dengan dunia lain, yaitu sebuah kerajaan Caya Cendayam. Begitu masuk ke kerajaan Caya Cendayam, petualangan Ratu dimulai, dimana dia menemukan sosok-sosok yang mirip dengan orang di dunianya, lalu ikut pertempuran untuk menyelamatkan kerajaan Caya Cendayam, terlibat konflik dan jatuh hati pada pangeran di sana.

lalu kenapa hanya 2 bintang. Sebenarnya saya menghargai, bahkan salut atas ide cerita yang menggabungkan fantasi dengan kisah cinta seperti ini. Sayangnya, menurut saya, kisah cinta ini terasa biasa saja, cenderung tidak mengesankan saya. Apa mungkin saya sudah terlalu tua untuk cerita romantis semacam ini? Mungkin. Yang jelas cinta ini seperti biasa yang sudah menjadi anggapan umum, saling benci dulu, diam-diam menyukai, malu-malu, suka jaim-jaiman, dan akhirnya saling mengakui kalau saling mencintai. Oke, whatever...

Sepertinya saya memang sudah tua.

Lalu unsur fantasi yang diambil dan dilibatkan di sini terasa kurang greget, sangat sederhana. Bahkan disaat menceritakan pertempuran, yang berdarah-darah, saya hanya diam, berpikir...terserahlah, mati juga gapapa. Oke..itu sangat ekstrim. entahlah, saya suka idenya, tapi kurang suka eksekusinya.

Jadi maaf banget, hanya bisa ngasih segini. Secara saya belinya ini juga di obralan ^^

View all my reviews
The Alchemyst (The Secrets of the Immortal Nicholas Flamel, #1)The Alchemyst by Michael Scott
My rating: 4 of 5 stars

Akhirnya, setelah hanya numpuk di dalam box sejak kapan tau, terbaca juga seri satu si Flamel ini. Diantara jadwal deadline buku yang lain, saya sempat ragu untuk membaca buku ini, jangan-jangan butuh waktu lama nyelesaiinnya, lumayan tebal soalnya. ternyata perkiraan saya salah, buku ini tergolong cepat saya lahap! Haaapp..!!

MEnceritakan tentang anak kembar, josh dan Sophie, yang tiba-tiba hari-harinya berubah 180 derajat setelah memutuskan menolong Nick dan Perry Fleming, yang ternyata adalah manusia immortal Nicholas flamel dan istrinya, dari ancaman bahaya Dee, yang berusaha merebut buku Abraham sang Magus (Codex). Meskipun Codex berhasil direbut Dee, tapi Josh sempat merobek 2 halaman terakhir dan terpenting dari buku tersebut, sehingga membuat Dee kembali mengejar Flamel, Josh dan Sophie. Sementara Perry (Perenelle) berhasil ditawan Dee.

Dalam perjalanannya, kelompok Flamel ini meminta bantuan pada Sang Petarung bernama Scatty yang merupakan Tetua Generasi Selanjutnya, Hekate sang Tetua Awal, dan Penyihir Endor. Sedangkan Dee meminta bantuan pada Morrigan, Dewi Gagak dan Bastet, Dewi Kucing. Mereka akan melalui banyak pertempuran dan peristiwa menegangkan, bukan hanya secara fisik, tapi juga emosi.

Menurut saya, buku ini lebih seperti diary, yang ditulis seseorang tentang kegiatannya seharian itu. Tapi tidak membosankan. Bayangkan, 500an halaman hanya untuk menceritakan kejadian selama 2 hari, Kamis dan Jumat! JAdi, setiap kegiatan para tokoh seperti diceritakan secara detail jam per jam, atau mungkin per menit. untungnya, hal ini ditolong oleh alur cerita yang begitu cepat dan menegangkan, seolah tak memberi waktu kita sedikit menghela nafas. Begitu banyak adegan menegangkan, dan seolah telah mencapai klimaks, dan nanti terulang seperti itu lagi. Jadi membuat saya berpikir, oke lah 2 hari doank, tapi seru diikuti.

Lalu bagaimana kita dipermainkan dengan banyaknya mitologi, legenda, kisah kuno yang dikaitkan dengan tokoh-tokoh di cerita ini. Bagaimana mereka kadang mereka melihat kejadian di jaman kuno dulu, atau bahkan terlibat di dalamnya, menjadi penyebab. Seperti kisah Atlantis yang merupakan dunia awal kaum Tetua, yang hancur karena banjir (disini bernama Danu Talis), lalu kisah para vampir, kisah manusia purba, penyihir dll. Berbagai anggapan umum masyarakat tentang berbagai mitologi itu dibalik menjadi sesuatu yang lain, yang membuat persepsi dan ekspektasi kita berubah. Lebih dari itu, cara mengaitkan tiap mitologi terasa begitu mulus. Menarik.

Masih banyak yang perlu diungkap di buku selanjutnya. Sayang, entah kapan saya bisa melanjutkan ke buku 2 sebelum saya lupa kerangka cerita di Flamel ini. ^^

View all my reviews

Senin, 04 Juni 2012

Kronik BetawiKronik Betawi by Ratih Kumala
My rating: 4 of 5 stars

Sangat menarik. Buku ini begitu menggambarkan suasana kehidupan sehari-hari warga Betawi, dengan berbagai anggapan dan paradigma yang menyelimutinya. Menceritakan kisah sebuah keluarga besar, yang masing-masing tokohnya memiliki konflik yang harus diselesaikan.

langsung aja, kenapa 4 bintang.

Konflik di sini tergolong ringan, tak perlu benar-benar dipikirkan, tapi nyata dan sering terjadi di sekitar kita. Sejujurnya, saya selama 3 tahun kuliah di Jakarta, kebetulan ngekos di kontrakan orang Betawi, dan seperti yang digambarkan di buku ini, orang Betawi begitu lekat dengan mata pencaharian ojek. Juga juragan kontrakan. Seperti bapak kos saya.

selain itu, di lingkungan kos banyak yang memelihara kambing, bukan sapi perah seperti di buku sih. Kesamaannya adalah, mereka cenderung tidak menguruskan ternak itu, dan melepaskannya begitu saja di lingkungan kampus saya. Pernah satu kejadian, dimana kambing masuk ke gedung kuliah tanpa ada yang mengawasi, ikut naik ke lantai 3, dan hampir masuk ruang kuliah. Ok, pikirlah dia ingin menuntut ilmu.

Selain itu mereka gemar melakukan syukuran, dan pasti akan menanggap hiburan. Mungkin sudah jarang yang menanggap gambang kromong, karena pengalaman saya mereka lebih sering menanggap dangdutan. Saya memilih tidur di kamar -_-"

Sebetulnya saya ingin memberi 5 bintang, tapi sayang sekali, di sini banyak sekali typo dan inkonsistensi penggunaan istilah Betawi. seperti kadang menggunakan pegimane dan pegimana, lalu saye,aye dan gue, dan banyak lagi. Hal ini membuat saya urung menyerahkan 5 bintang untuk karya Ratih Kumala ini ^^

View all my reviews
The Boy Who Ate Stars (Anak Lelaki yang Menelan Bintang-bintang)The Boy Who Ate Stars by Kochka
My rating: 3 of 5 stars

Cerita dari Lucy, yang menemukan hal baru di lingkungan baru. hal baru itu adalah Matthew, seorang anak yang menderita autistik, yang bahkan kosakata itu baru didengar lucy sekali ini. Pengalaman baru ini mengubah pandangan Lucy dan pemikirannya, serta cita-citanya.

Buku yang sederhana, menjelaskan tentang autistik dengan definisi yang mendasar, bersifat pengenalan. Tapi entah kenapa, cerita yang sederhana ini kurang begitu 'masuk' dalam hatiku..halah! Mungkin karena terjemahannya, atau mungkin juga karena alih bahasanya, ga tau juga. mungkin juga karena memang cerita dari sononya begitu?

Meski begitu, suka aja sama tokoh Lucy, yang suka nekad dan ga mandang risiko, pemberani untuk anak seumurannya. dan tentu pula, 3 bintang ini untuk ide cerita yang unik, mengenalkan bahwa autis tidak untuk dijauhi, tapi untuk dipahami dengan cara pandang yang lain ^^

View all my reviews

Rabu, 30 Mei 2012

The Dragon's Eye: Mata Naga (Erec Rex, #1)The Dragon's Eye: Mata Naga by Kaza Kingsley
My rating: 4 of 5 stars

petualangan dimulai dari awal buku. Erec Rex yang tiba-tiba mengetahui ibunya menghilang (berkat informasi pikiran berkabut) langsung memutuskan misi untuk dirinya sendiri, yaitu menemukan ibunya. Pencarian membawanya ke dunia Kaum Setia, tempat orang menyadari dan menggunakan sihir.

Petualangan fokus pada menemukan ibunya, yang membawa Erec mengikuti kontes untuk menentukan Raja selanjutnya. Beragam kontes dijalani, dengan tetap fokus pada misi awalnya. Lalu disinilah banyak rahasia yang tak pernah diketahui Erec tentang dirinya di masa lalu yang terungkap.

Alurnya berputar cepat. Sayang masih kurang greget untuk pertarungannya, cenderung sedikit dan kurang menantang. Mungkin lebih greget lagi kalo erec sering dibuat terluka parah, jangan hanya sekali saat melawan setan bayangan.

tapi tetap saja bagus, terutama karena banyak rahasia, dan cerita menggantung diselipkan. sampai akhir, akan sulit menemukan mana yang bisa dipercaya, mana yang pengkhianat.

pengen nyari buku selanjutnya, sayang di perpus ga ada *lirik rak perpus -_-"

View all my reviews

Senin, 28 Mei 2012

Name of the GameName of the Game by Fidriwida
My rating: 2 of 5 stars

udah lama bacanya, setengah ingat ceritanya. problemnya mirip-mirip serial hanazakari no kimitachi e, ya masalah cewek yang dikira cowok, terus menyembunyikan identitas aslinya. si cowok jatuh cinta dan mengira dirinya menjadi homoseksual, terus akhirnya senang pas tahu ternyata yang disukainya seorang cewek. (titik tanpa koma)

ya gitu deh, dan menurut saya, ini biasa. (titik lagi tanpa koma lagi)

*abaikan...

View all my reviews

Jumat, 25 Mei 2012

Ramzi dan Kesatria BentengRamzi dan Kesatria Benteng by Raliesta
My rating: 2 of 5 stars

Bercerita tentang Ramzi, anak kecil yang orang tuanya meninggal dalam kecelakaan mobil, dan setelah itu tinggal serumah dengan Paman dan bibinya, serta dengan Dhani, sepupunya. Dhani selalu mengganggu Ramzi dengan perlakuan yang tidak baik, sampai akhirnya emosi Ramzi memuncak dan merancang cara untuk mengalahkan Dhani.

Dhani, yang merupakan preman sekolah, mencoba menguasai lapangan Teluk Angsan bersama gengnya, Tim Bomber. Ramzi harus mencegahnya, lapangan itu adalah milik umum, anak-anak harus bebas menggunakannya. Maka Ramzi menantang Tim Bomber melalui permainan petak benteng. Tim Ramzi sendiri dinamai Ksatria Hutan Hijau.

Dalam perjalanannya, cerita ini berkembang mengarah pada intrik rahasia terkait niat salah satu pengusaha yang akan mengubah sekolah menjadi swalayan. Di sinilah petualangan dimulai.

Cerita ini sebenarnya mengangkat tema sederhana, sangat mudah dicerna oleh anak-anak. Mengangkat tema bahwa kebaikan selalu menang dari kejahatan, meski bagaimanapun kejahatan itu menggunakan caranya. Sesuatu yang perlu ditanamkan pada anak-anak sejak kecil.

Sayangnya, ada beberapa hal yang kurang sreg di saya. Saya tak tahu apa itu permainan petak benteng. Meski di sini digambarkan dengan begitu detail, saya tetap tak dapat menangkap permainan jenis apa itu. Mungkin karena permainan itu tak saya mainkan saat masih kecil dulu, mungkin juga saya tipe orang yang paham sesuatu by experience.

Kedua, saya kurang suka ketika di buku ini, setelah mengalami perlakuan yang kurang baik dalam waktu yang lama oleh Dhani, digambarkan dengan sangat jelas bahwa Ramzi menyimpan dendam atas Dhani dan berniat membalasnya suatu saat nanti. Ok, itu hal wajar. Tapi sebagai tokoh protagonis, dan hero bagi anak-anak, alangkah baiknya bahwa alasan menentang Dhani bukan karena dendam atau disakiti, tapi karena menentang kejahatan dan rencana jahat Dhani. Saya pikir itu lebih mencerminkan jiwa pahlawan seorang anak.

Selanjutnya, cerita ini begitu datar. Saya kurang bisa menyelami karakter tiap tokohnya. Bahkan ketika permainan dimulai dan menegangkan, saya tidak merasa terlibat di permainan itu, tidak merasa sebagai penonton langsung. Hanya sebagai orang yang mendengar pertandingan itu dari mulut orang lain, yang entah menonton atau mendengar dari orang lain juga.

Mungkin sebenarnya salah ada di saya sih ya, kurang tahu apa itu petak benteng, padahal inti cerita ada di situ. Sementara cerita intrik sekolah akan diubah menjadi swalayan hanya diselipkan menjelang buku berakhir, jadi kurang terasa gregetnya.

Gitu aja deh, mau minjem buku yang lain lagi ^^

View all my reviews

Sabtu, 19 Mei 2012

Rumah LebahRumah Lebah by Ruwi Meita
My rating: 5 of 5 stars

pertama lihat covernya, saya pikir ini cerita tentang rumah yatim piatu, dan anak di dalamnya. ok, saya salah besar. tak ada rumah yatim piatu, yang ada hanya kisah seorang anak kecil.

cerita dimulai dengan seorang anak yang tiba-tiba berada di atap rumah di tengah malam, membuat orang tuanya bingung. anak ini bernama Mala, dan dia menggumam nama-nama yang tak jelas. dari sini kita dibawa pada persepsi bahwa ada sesuatu yang tak beres pada Mala. alur berlanjut pada tahun ke depannya, saat keluarga ini pindah rumah ke Ponorogo. tujuannya, menyembuhkan Mala. Mala yang sudah bertingkah tak seperti anak kecil normal, sering membicarakan nama-nama yang tak pernah ada wujudnya, sebatas khayalan, menurut anggapan orang tuanya. Ibunya bernama Nawai, ayahnya Winaya.

anggapan awal Mala adalah anak indigo, ini pendapat Martha, teman Nawai. berlanjut menjadi dugaan autis. Nawai dan Winaya tak bisa menerima ini, mereka hanya menganggap Mala kesulitan berhubungan sosial dikarenakan tingkat otaknya yang disebut jenius, untuk seorang anak yang bari kelas 2 SD, bisa baca tulis di usia 5 tahun. dan benar, Mala memang jenius.

kisah berlanjut menuju perkenalan mereka pada seorang artis dan pacarnya yang sedang berlibur di dekat rumah keluarga Mala, yang kebetulannya artis bernama Alegra ini akan membintangi film adaptasi dari novel Winaya. diantara itu semua diselipkan cerita tentang Nawai yang selalu merasa ngantuk, mudah lelah dan sering tertidur tanpa sadar. dan yang ini akan sangat panjang ceritanya.

intrik terjadi melibatkan orang-orang ini, dan seorang wartawan yang ditemukan terapung di danau, terbunnuh, di daerah keluarga Mala tinggal. selanjutnya adalah titik terang tentang apa yang sebenarnya terjadi, yang cerdiknya, semua baru terungkap di beberapa halaman terakhir, menciptakan efek klimaks yang memukau.

saya merasa setting ini mengambil tempat di Telaga Ngebel Ponorogo. kebetulan saya menghabiskan masa SMA saya di kota ini. dan sepengetahuan saya, hanya lokasi ini yang memungkinkan. sebenarnya ada Telaga Sarangan, yg terletak di Magetan, berdekatan dengan Ponorogo, tapi saya tak yakin, mengingat di buku ini disebutkan danau itu asli buatan alam, dan Sarangan adalah buatan manusia (sepengetahuan saya). hawa dingin, rimbun pohon dan dermaga tempat orang berjualan, serta tempatnya yang sepi, juga menjadi nilai tambah, karena Sarangan cenderung lebih ramai daripada Ngebel. saya pernah beberapa kali kesana saat sekolah dulu.

saya sangat kagum dengan bagaimana Ruwi membawa interpretasi saya untuk mengarahkan bahwa Mala mengidap sesuatu yang tak beres, dan menjadi sentral cerita ini. tapi ternyata tidak, karena justru yang tak beres berada pada Nawai. segala persepsi tiba-tiba terbalik. meskipun saya menyadarinya pada bab pertengahan buku ini tentang penyakit Nawai. saya masih ingat dengan buku Nasrudin Hoja yang belum lama ini saya selesaikan, kasusnya hampir sama, tapi lebih rumit kasus Rumah Lebah ini. mengingat di sini tak hanya melibatkan satu sosok, melainkan 6 sosok. jadi cukup rumit menyambungkannya. pada awalnya saya terkecoh, tapi di pertengahan saya sadar, karena pola Nawai tidur yang tak biasa. sama dengan yang tiba-tiba dialami Kaisar pada kisah Nasrudin Hoja.

saya lebih terkesan lagi dengan endingnya, dimana Mala dengan pikiran polosnya, meyakini tindakannya sudah benar. hukum keseimbangan. dan berhasil melakukannya. saya tak menyadari bahwa yang dilakukan Mala dari awal buku ini sampai menjelang akhir adalah untuk satu tindakan yang menjadi ending. menjadi rahasianya sendiri. hanya pembaca, Mala dan Tuhan yang tahu.

jadi begitulah, saya suka. apalagi saya menghabiskan buku ini saat seharusnya saya sudah mengantuk, tapi tiba-tiba hilang, setelah seharian berkutat di jalanan jakarta, berjalan dari satu museum ke museum lainnya, berjalan kaki.

5 bintang saya persembahkan.

View all my reviews

Senin, 14 Mei 2012

The Tale of Flick



Pada suatu zaman, dimana keseimbangan dunia telah mulai hilang, dan hanya diisi dengan perang dan kekuasaan. Pada tiap-tiap bagian dunia, daerah kekuasaan terbagi menjadi dua golongan besar, yaitu wilayah manusia ksatria dan wilayah hewan ksatria. Namun di antara mereka seperti ada sebuah perjanjian tak tertulis dimana manusia ksatria tidak boleh menyerang dan merebut wilayah hewan ksatria, begitu pun sebaliknya. Hal ini telah berlangsung selama ratusan, bahkan mungkin ribuan tahun. Tak tahu sejak kapan hal ini disepakati.

Namun pada zaman ini, perjanjian kuno itu telah diselewengkan. Memang benar diantara keduanya tak ada yang menyerang satu sama lain, tapi banyak yang menyiasati peperangan dengan cara berkoalisi, saling memanfaatkan satu dengan yang lain. Memanfaatkan permusuhan untuk mencari kawan. Dimana manusia ksatria bersatu dengan hewan ksatria untuk mengalahkan musuh yang sama, demi mencari keuntungan masing-masing. Sungguh zaman dimana tradisi hanya tinggal nama, semua telah buta akan kekuasaan dan kemewahan.

Tapi di antara mereka tentu saja masih ada yang mempunyai hati, dan merasa prihatin dengan keadaan dunia sekarang ini. perang, kehancuran, mayat-mayat telah menjadi pemandangan sehari-hari. Banyak negara dibumihanguskan, dibakar, dan penduduknya dijadikan budak. Sungguh ironis, dimana mereka masih menyandang gelar ksatria, tapi kelakuan kebanyakan mereka adalah penjahat. Tapi beruntunglah dunia, selalu ada cahaya putih di tengah pekatnya kegelapan.

***

“jangan terlalu jauh, di bawah masih terjadi perang!!” Teriak ibunya dari ujung goa. Flick hanya tersenyum, pura-pura tak mendengar. Dari jingganya matahari sore, sepasang sayap Flick membentang, mengepak indah, membuat bayangan di batu-batuan gunung Olympus. Ya, inilah hobi Flick, meloncat dari batuan tertinggi gunung, meluncur ke bawah dengan cepat hingga sebelum menghempas tanah, dan dalam sepersekian detik membentangkan sayapnya, terbang menyusur tebing-tebing lancip batuan. Sayangnya, pemandangan tak lagi seindah dulu, tak lagi seperti sore dulu. Di bawah gunung hanya ada api yang membara, hanya ada dentuman, ledakan, dan percikan adu pedang. Perang sedang berkecamuk. Dan itulah yang membuat khawatir ibunya. Takut ada senjata salah sasaran yang justru akan melukai Flick.

Flick adalah seekor Pegasus. Dia hidup di goa-goa dan batu-batuan gunung Olympus. Dan di zaman ini, Pegasus adalah makhluk yang netral, dimana mereka tak ingin terlibat dalam satu perangpun. Pegasus hanya ingin hidup damai. Sebagai hewan ksatria penguasa gunung Olympus, tentu ada banyak dari kalangan manusia ksatria yang menawarkan koalisi, dan semua ditolak. Semua telah tahu kekuatan koloni Pegasus, sementara perang berkecamuk dimana-mana, koloni Pegasus tetap aman.

Flick mengepakkan sayapnya lebih kencang, mengambil posisi memutar, kembali ke tempat semula, dimana ibunya telah menunggu. Flick disambut dengan pelototan marah ibunya, dan Flick hanya nyengir masam.

“apa yang ibu bilang kau tak boleh melakukan itu lagi! Kamu tak lihat di bawah sedang perang? Bagaimana kalau ujung panah manusia-manusia itu terbang menembus tubuhmu? Kamu pikir manusia itu sedang main-main?” bentak ibu Flick. Flick hanya menunduk, memasang tampang bersalah. Biasanya ibu langsung berhenti ngomel kalau aku diam sambil mengangguk-angguk pura-pura mengerti dan menurut..hehe,pikir Flick. Dan begitulah, Flick hanya diam sampai ibunya kehabisan kata-kata dan mengajaknya pulang, masuk ke daerah terlindung gunung Olympus, dimana koloni Pegasus tinggal.

***

Seseorang berbadan kekar berbaju zirah mendaki tebing batuan curam dengan nafas terengah-engah. Jauh di bawah sana nampak prajurit dan pengawalnya menatap ke atas dengan berdebar-debar cemas. Seperti begitu takut kalau akan terjatuh. Mulai terdengar letupan-letupan suara meledak dari arah puncak tebing, mengirimkan hawa panas ke aliran batuan tebing. Sebentar lagi, pikirnya. Tangan kekar itu mulai gemetar saat menyentuh pegangan batu terakhir, sebelum akhirnya melompat berdiri di puncak tebing yang landai.

Di depannya berdiri kubangan lava meletus kecil-kecil, membuyarkan uap air panas bercampur serpihan api. Sejenak hatinya gentar, berpikir ulang tentang rencananya. Dia adalah Raja Negeri  Albrust, negeri para ksatria pemanah, bernama King Quinc. Dan di puncak sini, dia punya tujuan khusus, awal dari segala mimpinya.

“Tunjukkan wujudmu wahai ksatria hewan!! Aku King Quinc, dari Negeri Albrust, datang khusus kesini menemuimu untuk menawarkan koalisi yang akan membawa pada kejayaan kita bersama!” Teriak King Quinc, suaranya membahana, bahkan sampai terdengar di kaki tebing, dimana para pengawalnya berada. Tetapi masih tak ada jawaban, tak bergeming sedikitpun.

King Quinc mulai cemas, jangan-jangan rencananya ini sesuatu yang salah. Dia telah mengambil risiko dengan mendaki tebing curam ini, mempertaruhkan nyawanya, bahkan senjata Panah Konusu andalannya tidak dia bawa, dititipkan pada pengawalnya di bawah sana.

“Muncullah kau wahai hewan ksatria! Apakah kau sudah sedemikian kecil sehingga kau tak berani bertemu dengan manusia ksatria sepertiku!” lanjut King Quinc mencoba mengintimidasi. Harapannya terkabul. Buih-buih lava meladak-ledak, menciprat ke permukaan tebing, meninggalkan noda hitam mengerikan. Lalu muncullah dia, yang ditunggu-tunggu. King Quinc tersenyum menang.

Dia telah berdiri di depan King Quinc, seekor burung raksasa. Bukan burung biasa, dimana seluruh tubuhnya ditutupi dengan api yang menyala. Sayapnya terbentang besar, mengobarkan panas tiada tara. Matanya menatap nanar King Quinc di depannya, yang menjadi seolah begitu kecil. Dia adalah Burung Phoenix, sang Hewan Ksatria Api.

“Apa maumu manusia?” suara Phoenix, yang bahkan sampai menggetarkan puncak tebing. Sejenak King Quinc merasa gentar. Tak pernah dibayangkan akhirnya bisa bertemu Phoenix yang merupakan ksatria yang didengarnya sejak kecil, dari mendiang kakeknya.

“Aku, King Quinc, menawarkan suatu koalisi yang akan membuatmu tertarik. kau dapat mempercayaiku, sebagaimana aku pun mempercayaimu. Ini adalah janji antara Ksatria, yang disaksikan dewa-dewa penguasa di atas sana. Apakah kamu tertarik untuk mendengarnya wahai Gegrild, sang Phoenix?” ucap King Quinc dengan seluruh keberanian yang dipunyainya.

Gegrild dan King Quinc berpandangan lama. Tak ada yang tahu apa yang terjadi berikutnya, seperti pengawal dan prajurit di bawah tebing yang semakin cemas memikirkan nasib rajanya.

***

Dewan Kehormatan Pegasus sedang mengadakan rapat di aula Istana. Para pejabat Pegasus sampai sesepuh Pegasus berada di sana. Wajah mereka nampak serius, tak ada tanda-tanda rileks. Semua kaku. Beberapa nampak duduk gelisah di bantalan yang didudukinya, beberapa mengeluarkan keringat dingin, tapi banyak juga yang saling pandang satu sama lain, tanpa ada kata yang terucap.

“Apakah memang sudah waktunya Tuan Sphire?” akhirnya ada pegasus yang memecah keheningan. Semua mata kembali fokus.

Sesepuh pemimpin sidang menjawab,”Ya Jocb, kita harus sudah bersiap-siap. Beberapa hari yang lalu aku mendapat kabar dari divisi Intel Rahasia, Krug telah memastikan hal itu. Tinggal menunggu waktu saja untuk sampai di sini.” Tegas pegasus yang dipanggil tuan Sphire.

Satu lagi menginterupsi,”Tapi kita belum punya sosok yang tepat. Dan dalam waktu yang semakin sempit ini, bagaimana kita bisa memilih? Lagipula, bukankah peperangan di Tanah Bawah itu masih berlangsung, dan sepertinya belum akan selesai?”

“tidak begitu Furl, di sana hanya tinggal prajurit-prajurit kecil yang tak lagi diperhitungkan nyawanya. Itu hanya taktik. Mereka telah memikirkan rencana selanjutnya, sebuah langkah yang lebih besar. Dunia ini sudah tak seimbang. Tradisi yang telah turun temurun dijaga, kini hanya tinggal petuah mainan. Dan kalau kita masih bersantai-santai saja, masih menunggu tanpa bertindak, kita baru akan sadar saat semua sudah terlambat. Mau tidak mau, kita harus mengambil keputusan, siapa yang telah ditakdirkan untuk melaksanakan tugas ini. kita tak bisa menunggu lebih lama lagi.” Sphire tegas menjawab. Semua peserta rapat terdiam, menyelami perkataan Sphire. Beberapa mengangguk-angguk. Sudah diputuskan.

Sementara itu, di ruang berbeda, Flick sedang berlatih ilmu peperangan dengan teman-temannya. Mengulang jurus-jurus yang telah diajarkan mentornya kemarin, sekaligus mempraktekkan seluruh teknik yang telah dipelajarinya. Flick mempunyai ketangkasan di atas rata-rata, sayang tekniknya masih amburadul, cenderung sesuka sendiri, bahkan memodifikasi teknik yang telah dipelajarinya. Kadang itu membuat mentor berang, tapi sangat menyenangkan bagi Flick, dimana dia bisa berbuat sesuka hati.

Beberapa variasi jurus dan serangan dengan kedua sayapnya, dengan kakinya, maupun dengan hatalom, sejenis kekuatan dari dalam tubuh ksatria hewan, dimana setiap hewan ksatria memilikinya. Hatalom memiliki kekuatan yang tak terbatas, tergantung bagaimana pengguna mengembangkan dan melatihnya, bahkan senjata manusia ksatria pun bisa dilumpuhkan. Hanya yang belum disadari oleh Flick, bahwa dia menyimpan hatalom besar dalam tubuhnya, yang belum pernah diperlihatkannya pada siapapun, bahkan pada dirinya sendiri.

***

“bagaimana Tuan? Apa yang terjadi di atas tadi?” Seseorang di samping King Quinc bertanya, ketika mereka berjalan kembali menuju Negeri Albrust. Setelah menunggu sekian lama, akhirnya tadi King Albrust turung dari tebing, diiringi suara gemuruh yang memekakkan telinga. Tak ada yang berubah dari King Quinc, tak ada luka satupun. Sepertinya pertemuan tadi berlangsung alot, tapi tak sampai menimbulkan pertempuran.

King Quinc hanya memandang jauh ke depan, ke jalan setapak yang perlahan berkelok, dimana kiri dan kanan hanya tersisa daun dan pohon terbakar, hangus dan gosong, bekas perang sebelumnya. “apa kau benar-benar ingin tahu penasehat Bound?”

“mohon ampun Tuan atas kelancangan hamba.” Segera Penasehat Bound menundukkan kepala, meminta maaf.

“Haha..tak ada yang perlu dimaafkan Bound. Tapi kau hanya perlu melakukan beberapa hal untukku. Yang pertama, pastikan kau sudah menyiapkan semua tentara dan prajurit perang kita lusa hari, yang kedua, pastikan Gegrild tidak berkhianat dan berikan apa yang dia inginkan. Kau mengerti?”

“maksud Tuan, Gegrild sang Phoenix bersedia berkoalisi dengan kita?” Penasehat Bound tampak tak percaya.

“Tentu saja. Berkat informasi darimu, penawaranku sungguh membuatnya tergoda. Semua mendapatkan untung.”

“kalau begitu, dia hanya menginginkan itu saja?”

“ya...dia menginginkan Petir Zeus yang disimpan Koloni Pegasus. Kita akan menguasai tanah mulia Koloni Pegasus, dan Gegrild mendapatkan Petir Zeus. Kita akan menjadi penguasa generasi manusia ksatria, dan Gegrild menguasai generasi hewan ksatria!” wajah King Quinc tampak begitu bersemangat, terbayang sudah di depan matanya kejayaan dirinya yang akan diingat sejarah, dimana namanya akan selalu terdengar selama generasi-generasi selanjutnya.

Sementara itu di puncak tebing berkubah lava, Gegrild memandang dunia dari mata merahnya. Betapa dunia sekarang begitu indah menurutnya, karena ada api dimana-mana, di daratan, di gunung, di hutan dan di perkampungan. Zaman peperangan masih berlanjut, dan api masih dikobarkan. Api-api itu selalu membuatnya bersemangat.

Masih terbayang pertemuannya dengan King Quinc tadi, yang datang menawarkan koalisi peperangan menggempur Koloni Pegasus. Entah darimana King Quinc tahu tentang keinginannya, karena cerita itu kini hanya menjadi mitos. Bahkan sekarang sudah tak terdengar lagi. Cerita tentang adanya Petir Zeus, yang diberikan kepada Pegasus, bergenerasi-generasi yang lalu, dimana seharusnya Petir itu diberikan kepada Phoenix. Kejadian itu terjadi di zaman nenek moyang Gegrild dulu kala, tapi selalu diceritakan turun temurun ke anak cucunya. Dendam yang selalu diturunkan, sampai saat Petir itu bisa kembali direbut.

Dentingan pedang beradu, ledakan bom menghantam istana, erangan suara kematian, menghiasi sore hari, dimana Gegrild akan menjemput takdirnya.

***

“Harus saya akui, dia memang bebal. Tapi untuk urusan petualangan, dia jagonya. Kekuatannya dalam bertempur pun tak diragukan lagi, bakat itu melekat padanya. Sayangnya dia memang malas berlatih. Memang ada apa sampai anda menanyakan hal ini Tuan?” sang mentor bertanya.

Tuan Sphire mendekat ke arah mentor,”Begini mentor Estrunth,”ucapnya setengah berbisik,”seperti yang telah kau ketahui, tanda-tanda peperangan akan mencapai wilayah ini sudah dekat. Takdir itu telah tergambar jelas, sebagaimana telah dikabarkan oleh sesepuh yang lain. Dan kau tentunya tahu pula amanat apa yang telah dititipkan pada Koloni Pegasus, jauh bertahun-tahun yang lalu. Mungkin kinilah saatnya titipan itu kita kembalikan, sekaligus mengembalikan dunia sebagaimana semula, dimana kedamaian menjadi intinya. Kita butuh sayap yang kuat untuk menerbangkannya, butuh nyali yang besar untuk menantang bahayanya, butuh tenaga yang besar untuk menaklukkan tantangannya. Dan satu hal lagi...” Tuan Sphire diam sebentar.

“apa itu?” mentor Estrunth penasaran.

“dia harus tak dikenali, tidak oleh musuh kita.dimana kekuatannya belum terekspos. Dan aku butuh anak muda untuk tugas itu.” Lanjut Tuan Sphire.

“apa tak bisa dari divisi khusus Intel yang melakukannya? Bukankah mereka sudah terlatih?”tanya Mentor Estrunth.

“tak bisa, divisi Intel akan berjaga di sini, menahan gempuran. Mulai sekarang kita harus selalu waspada. Dan hanya anak muda yang memiliki tekad kuat, yang harus pergi melaksanakan tugas itu. Ditambah lagi, dia memiliki tanda itu di balik sayapnya, tanda penerus ksatria sejati. Tanda yang sama.”

Mentor Estrunth menghela nafas, tertahan,”apa kau sudah memberitahunya? Orang tuanya?”
“ya, mungkin sekarang mereka sudah mengatakan itu pada Flick. Mungkin mereka sedang menangis sekarang.” Mereka berdua terdiam lama.

Sementara itu di rumah keluarga Flick, tangisan itu tak pernah terdengar.

“apa? Wah jadi aku yang harus kesana, tentu saja aku mau ayah! Hahaha...daripada bosan di sini, mending bertualang di luar, itu jauh lebih mengasyikkan.” Suara kegirangan Flick membahana di ruang kecil rumahnya.

“hahaha..aku tahu kamu akan senang. Karena itulah aku menawarkan dirimu untuk tugas ini, bahkan aku sampai mengarang pada Tuan Sphire bahwa kau memang yang ditakdirkan karena kamu mempunyai tanda khusus dari nenek moyang Pegasus.” Ayahnya tertawa.

“tapi bagaimana pun itu tetap berbahaya, siapa yang tahu nanti di jalan ada bahaya yang menunggunya?” ucap Ibu Flick, dengan muka lempeng, tenang.

“tanda apa, aku tak merasa punya tanda?”tanya Flick bingung.

Ayahnya tertawa lagi,”jangan pikirkan, itu hanya karanganku saja, biar kau yang berangkat ke sana. Itu hanya untuk mengelabuhi Tuan Sphire. Sudah sekarang kau harus tidur, simpan tenagamu untuk perjalanan yang panjang. Kau butuh banyak istirahat sekarang.”

“baik ayah.” Flick beranjak menuju peraduan, terlelap.

“apa akan baik-baik saja? Dia bahkan tak tahu bahaya yang mengancamnya?” tanya ibunya, selang beberapa lama.

“aku hanya tak ingin dia berperang, aku tak ingin dia mati di sini bersama kita. Aku hanya ingin menyelamatkannya.” Ayah Flick mulai menitikkan air mata.”Bukankah kau sudah tahu, tanda itu memang ada padanya, dialah yang ditakdirkan. Biarlah dia tak mengetahuinya, yang penting dia selamat dulu.”

Ibu Flick ikut menangis, sementara di dalam sana Flick lelap bermimpi.

***

Pasukan Negeri Albrust telah tiba di kaki gunung Olympus. Matahari pagi baru saja menyingsing, ketika terompet perang dikumandangkan. Sontak koloni Pegasus yang masih lelap tidur, bangun seketika. Angin gunung yang biasanya menusuk dingin, kini terasa begitu panas. Dari arah utara, melayang gulungan api merah menyala, bahkan energi panasnya membara sampai ke sudut-sudut goa di gunung Olympus. Tuan Sphire yang telah terjaga tertegun, memandang semua tak sesuai perkiraannya. Sebenarnya hanya satu perkiraannya yang meleset, tapi telah mengubah semua peta persiapannya. Dia yang di sana, yang sedang terbang bersama gulungan api, saudara tua koloni Pegasus, sang Phoenix.

“Tuan Sphire, tampaknya musuh yang satu ini sama sekali jauh dari kata mudah. Ini benar-benar perang yang sesungguhnya...” terdengar suara Pegasus gagah, Krug, ketua divisi Intel.

Tuan Sphire tersenyum kecut,”ya, persiapkan pasukanmu sebaik mungkin. Ucapkan perpisahan pada keluargamu sedini mungkin. Kali ini kita benar-benar tak tahu apa yang akan terjadi. Tak kusangka Gegrild akan ikut ambil bagian...” Tuan Sphire diam sejenak,”Apa dia sudah berangkat? Benda itu sudah dibawanya bukan?” lanjut Tuan Sphire.

“Ya, Flick telah berangkat. Dia harus bisa menyampaikannya kepada Zeus, perang di dunia ini harus diakhiri. Beruntunglah Gegrild tak tahu akan hal itu. Kita harus menahannya di sini selama mungkin. Semoga tak terjadi apa-apa pada Flick.” Tandas Krug. Tuan Sphire memutar tubuhnya, mendekat ke arah Krug.

“baiklah...saatnya kita mulai pertunjukan.”

Lalu bersinarlah Gunung Olympus. Semua pegasus mengeluarkan Hatalom yang dimilikinya, kekuatan sejati yang hanya dimiliki oleh kaum Pegasus. Sebagaimana kekuatan api Phoenix yang juga tak terbatas.

***

Sementara itu, ratusan mil arah barat Gunung Olympus, Flick terbang dengan santai. Tersampir di punggungnya sebuah tas. Flick sama sekali tak tahu apa yang dihadapi koloninya, apa yang akan menimpa kaumnya. Yang Flick tahu, dia harus menyampaikan benda di tasnya itu pada Zeus, secepat mungkin. Sayangnya Flick belum mengerti, dia malah berpikir ini kesempatannya untuk jalan-jalan, kesempatan langka keluar dari wilayah koloninya. Dan sepanjang jalan ini Flick terus tersenyum, memandang matahari dan pemandangan di bawahnya, tanpa menyadari takdir yang dibawanya. Tanpa menyadari bahwa yang dibawanya itu adalah Petir Zeus, yang menjadi satu-satunya pilihan menyelamatkan bukan hanya koloninya, tapi juga menghentikan seluruh perang yang sedang terjadi saat ini.

Fin...

Jumat, 11 Mei 2012

Berpisah...atau Terpisahkan?


Prinsip. Kita terpisah beberapa inchi karena prinsip. Kata yang terdefinisikan sebagai asas, sebagai dasar, yang menjadi pokok kita berpikir dan bertindak. Menyeberang, tak ada istilah itu untuk prinsip. Dan aku, juga kamu, terjebak di alunan gelombangnya tanpa bisa berhenti.

“Maaf aku tak bisa..”

Bukan itu kata yang ingin kudengar, berbarengan dengan badai tanpa petir atau kebakaran tanpa asap. Semua terasa, meski tanpa sensasi. Sedikit pasase yang hilang, akan mengubah arti secara keseluruhan. Kita tak dapat mengkompromikannya. Dia terlalu kuat, bahkan untuk kita yang berikrar untuk satu.

Lama aku terdiam dalam lamunan, yang keropos secuil demi secuil. Sedikit membius, untuk selanjutnya luruh hancur. Menjadikanmu hanya sebatas pijakan, sebatas pelipur, tanpa benar-benar merengkuh.

Aku sudah lupa wajahmu. Bahkan sepersekian detik aku tak mampu mengingatmu. Dokumen-dokumen tentangmu mengkeriput dalam parahippocampal cortex-ku. Membuatmu sejenak beku dalam perjalanan waktu, yang sekali lagi, kita kalah dengannya. Juga jarak. Serta prinsip.

“Kita yang tak bisa...”

Kataku mengkoreksi. Aku meradang melihat lekuk lelah wajahmu, mengiba dan mengais belas kasih dari masa, dari beda. Aku memerah, tak cukup mampu menopangmu. Menopang keangkuhanku, yang dalam tubuh ini roh sudah melayang, tercerabut mencari bentuk pembenaran yang lain.

Aku pernah merasa kopi dan teh itu pacaran, berpasangan. Disanding satu-satu kiri kanan. Lalu mereka berbagi cangkir, dan terpisah pada komunitas berseberangan. Seperti gitar dan nadaku. Satu riang, yang lain sumbang. Mengajak untuk berbaikan, hanya sebatas formalitas. Karena yang hakiki itu tak pernah ada yang sama, semua ada karena beda.

Melihatmu duduk tak pernah tenang. Sebentar mengaca pada benda tembus pandang itu. Di luar hujan. Kau tak mampu pergi. Kalaupun kau beranjak, aku akan menggenggammu, memaksamu kembali. Dan aku tahu itu salah. Tangan dan kakiku sudah terkoneksi sistematis dengan perasaan, bukan logika. Cara berpikir kaum hawa? Mungkin. Aku hanya ingin menjadikanmu nyaman.

Seperti bunglon dengan adaptasinya.

Tapi semua tak sama.

“Kita harus berpikir ulang..”

Sungguh aku benci kata-kata itu. Seperti tronton menggilas besi tua. Ayolah, tanpa berpikir pun kita sama-sama tahu jawabannya. Itu hanya pembunuh waktu. Berkedok kamuflase. Bahkan yang amatir pun tahu.

Caci maki gusur-menggusur bersama hujan. Satu hilang, berpencar, lalu datang yang lain. Semakin banyak. Semakin menyakitkan. Bagi yang menunggu, atau yang memilih menerobosnya. Konsekuensi. Kita berjalan di atas jembatan konsekuensi yang menghubungkan satu tebing pilihan, dengan tebing pilihan yang lain. Sementara di tengahnya bukan jurang, tapi kematian.

Lalu kita paham. Kita hanyalah sepasang rel bersisian. Di kejauhan tampak melebur, tapi sesungguhnya terpisah. Dari sini, hanya ilmu, teriakan, dan langit yang tahu.


Kita hanya bisa sedikit menutup mata, sedikit merobek ego. Kamu ikut aku, atau aku mengikutimu.

Pilihlah bersamaku. Biarlah kali ini aku mengiba.

Kamis, 10 Mei 2012

41%



Terkadang aku terkesan dengan caramu berbicara. Terkadang dengan caramu berinteraksi. Memapahku dengan tertatih mendekatimu. Menjadi penguntitmu yang bahkan tak berani bertatap muka, apalagi berpapasan denganmu. Seperti bintang yang bersimbiosis dengan bulan, aku berteman dengan bayangan. Dengan diriku yang lain.

Aku malu. Tak berani.

Aku tak serupa dengan Ronin, yang akan bunuh diri jika gagal. Bermain dengan Harakiri. Aku bahkan tak termotivasi untuk merenggutmu. Selalu cukup mendengar celotehmu membanjiri riak dahagaku. Lantas jangan kau anggap aku akan memperjuangkanmu. Yang mengeksekusi semudah menekan tombol Enter, atau malah mencabut kabel power. Aku tak pernah terkoneksi dengan begitu detail, aku hanya menayangkanmu dalam proyektor yang semakin tua di otak bebalku.

Siapa yang tahu kau menunggu?

Aku pun tidak. Bahkan imajinasi fiksi kelas tinggi manusia pun tak mampu mengarang ceritanya. Yang menggebu-gebu ingin terlepas, terbebas dari sayap-sayap cengkeraman. Yang ada hanya aku yang kalut, menunggu cerita ini akan berujung dimana?

Dengan siapa?

Yang selalu terlonjak tatkala dering riang ponsel memanggil, berharap ejaanmu akan memenuhi halamannya. Yang semua hanya sebatas mimpi tak bertuan. Seperti mimpi mengharap kancil akan berteman akrab dengan pak tani. Menyelubungi antara cita-cita dan mimpi, yang definisinya pun bahkan semakin mengabur.

“Mungkin karena kau dianggap bijaksana?”

Nun jauh disana kata-kata itu pernah membungaiku. Memberi sensasi terbang, seperti potongan roket yang melingkar di Saturnus. Mengekangnya, tapi indah dilihat orang lain. Lalu sayangnya, tak ada yang menikmatinya, karena dia jauh, sekali lagi dia tak di depan kita.

Entah butuh berapa hari, bulan atau tahun, saat aku menyadari itu retoris, tak butuh komentar atau pengakuan. Itu hanya propaganda, mencumbui benakku dengan kata-kata “Sungguh?” atau “Ah yang benar?”. Lalu semua hilang. Selenyap engkau dari sini, dari yang tak pernah kumiliki.

Ada yang salah kalau aku berharap?

Kau hanya bersikap seperti burung murai kecil yang hinggap di hijau daun, tapi tak memakannya. Hanya menemani riuh angin dan umpatan kasar petani akibat bebalnya dunia, yang tak juga mau menundukkan wajah padanya. Aku hanya menutupinya dengan senyum palsu, gelak tawa, dan akting misterius. Seharusnya aku mempertanyakan, kenapa kau tak penasaran padaku? Apa aktingku kurang bagus? Mungkin. Aku hanya aktor gagal, sekelas figuran picisan yang sekelebat terlihat lalu tertelan masa. Tak pernah bias menembus dunia.

Tapi kalau kupikir, salah tak bisa kulimpahkan semua padamu. Secara hitungan matematisku, kesalahanmu adalah 10%, mimpi 30%, dunia 20% dan aku 40%. Kesalahanmu hanyalah membiarkanku berharap, yang menjadikanku berival dengan Merapi yang meletup-letupkan lava, yang tak kunjung meledak. Lalu mimpi menjebakku dalam ruang tidur yang sama dengan Putri Salju, menunggu pangeran impian untuk membangunkannya. Dia bahagia selamanya, dan aku membuka mata. Saat itulah yang kulihat hanya kenyataan. Cukup di situ.

 Lalu apa intervensi dunia? Ayolah, mari berpikir sedikit sarkastik. Siapa lagi yang pantas disalahkan selain aku dan kamu. Takdir? Dia hanya pijar tak terlihat. Orang lain? Mereka hanya lilin yang telah padam. Dunia? Bukankah dunia memang kejam. Butuh alasan lagi? Kuharap tidak.

Lalu semua berujung pada satu kesimpulan. Aku yang salah? Salah mengeja tanda. Salah mendefinisikan rasa. Salah membangunkan mimpi.

“never mind I’ll find, someone like you...”

Bisakah aku hidup dengan sebait kata itu. Berarti, besok pagi, saat bangun tidur, aku mulai membohongi hati lagi. Dan catat, itu sama dengan satu kesalahan lagi.

= 41%