DADU

DADU
Rasakan, engkau punya banyak pilihan....

Kamis, 06 Januari 2011

Secuil Kisah di Tepian...

Aku belum siap

Aku melihatnya, dan itu untuk pertama kali. Bagai takdir, semua terjadi tak sengaja. Mirip sinetron bukan? Hanya saja, bukan latar romantis yang melatari. Justru polusi. Keramaian. Macet. Tentu saja kau tahu, jalan Jakarta. Hanya sederhana, berlokasi di pinggir jalan. Dimana berserakan para penjual asongan, gelaran tikar, dan para karyawan. Siang memang selalu panas di sini. Wajah lelah, ngantuk, dan kelaparan susah dibedakan. Ekspresinya sama. Menurutku.

Kau bisa baca ekspresiku? Aku masuk golongan lapar. Setengah hari bekerja, pantaslah untuk diupahi sesuap nasi. Lalu aku menyusuri trotoar itu, bersama ratusan orang lain yang bertujuan sama, mencari makan. Aku lupa, tujuanku sebenarnya bukan cuma mencari makan, tapi juga pergi ke bank untuk suatu keperluan. Lalu aku berjalan ke arah bank, yang juga melewati penjual nasi. Lalu disitulah dimulai drama ini.

Aku melihatnya.

Kau tahu maksudku? Hanya melihat, sekilas. Tapi itu lebih dari cukup untuk membacanya. Membaca semua gerakannya, sekelilingnya, dan senyumnya. Oh senyum..hahaha! ya dia tersenyum, tentu saja bukan untukku. Tak ada alasan pula dia tersenyum padaku. Dia tak mengenalku, seperti aku tak mengenalnya. Kusadari, dia bersama temannya, di gelaran tikar penjual nasi, tujuanku. Sepertinya seluruh kekuatanku sudah kukerahkan untuk membaca dia, sehingga aku tak sadar apa yang kulakukan sendiri. Sepanjang yang kuingat, aku melihatnya, senyumnya, lalu aku sudah ada di halaman bank. Bayangkan??? Prioritasku berubah. Kenapa halaman bank??

#                       #                       #

Aku ingin bertemu lagi.

Aku tahu tadi dia juga memandangku. Bukan, bukan GR, aku tahu karena aku melihatnya, meski sejenak, dia melihatku. Kuharap dia menyimpannya dalam sketsa, melukisnya di ingatan, seperti halnya aku. Jadi tak akan kaget kalau bertemu lagi. Aku tahu itu sekilas, tapi sudah cukup ketika mata kami bertemu sepersekian detik, akselerasi maksimum. Engkau pun pasti tahu, setelah tubuhku di bank, tapi khayalku entah. Ah gelap. Aku sadar aku melewatkannya.

Ketika aku sudah siap.

Garis bawahi, ketika…engkau tak tahu pasti makna kata ketika ini, aku juga. Segala kemungkinan bisa terwujud, tak terencana. Bisa saja, ketika aku siap, aku tak lagi bertemu dengannya. Atau aku bertemu lagi, malah ketika belum siap. Bisa juga, aku telah siap, tapi dia sudah tak ada kesempatan. Mungkin juga ketika aku siap, takdir berkata lain. Itu menghantui, tapi tak menakutkan. Aku pasrah.
Tapi aku yakin, ketika aku siap nanti, ketika aku bertemu dengannya nanti, aku tak akan melewatinya begitu saja, aku tak akan menundukkan wajahku lagi, sehingga yang kulihat bukan baris trotoar, tapi dia yang sesungguhnya. Aku akan mengatakannya.

Itu pun, ketika aku sudah siap nanti, dan itu pun, masih bisa berubah.

Ah aku pun tak yakin pada diriku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar