DADU

DADU
Rasakan, engkau punya banyak pilihan....

Rabu, 26 Januari 2011

Aku Tak Mengenalnya...

Gadis itu sudah beberapa hari ini nebeng di motorku. Dan tentu saja, aku tak bisa menolaknya. Tak ada alasan yang bisa kubuat untuk itu. Jadi aku diam. Biarlah dia tetap duduk di belakangku, berkeliling kota Jakarta ini, toh aku juga tak ada agenda. Maka beberapa hari ini kami berkeliling bersama, menikmati macet dan panasnya sengatan matahari.
Aku tak mengenalnya, beberapa hari yang lalu. Di tepi jalan dekat kantor, waktu aku membeli minuman di asongan. Panas Jakarta membuatku muak. Lalu dia di sana, seperti sedang menunggu. Aku tak yakin, kupikir begitu. Dia melihatku, tepat saat mataku menatapnya. Lalu tersenyum, berjalan mendekatiku.
“Boleh ikut??”
Lalu begitulah, sampai akhir-akhir ini aku menghabiskan waktu di jalan bersamanya.
“Kamu tahu namanya?” temanku bertanya, membetulkan letak kacamatanya.
“nggak.”
“kok bisa?” kali ini dia melepas kacamatanya. Menatapku serius.
Kami memang bersama setiap siang. Tapi hanya itu, kami hanya berkeliling bersama dengan motor. Mengelilingi Monas, Thamrin, Lapangan Banteng. Hanya saja kami tak pernah mengobrol. Bahkan saat berhenti istirahat. Kami hanya saling memandang, tapi tak pernah ada suara yang keluar. Dia hanya selalu tersenyum padaku. Akupun merasa kikuk dan gugup untuk bertanya namanya. Entahlah, apa dia juga tak tahu namaku. Tapi beberapa waktu itu, sudah cukup untuk membolak-balikkan hatiku. Kalaupun rasa ini muncul, wajar bukan?
“apa kau tak bilang padanya?” temanku memakai lagi kacamatanya. Entahlah, kenapa dia suka sekali bermain dengan kacamata itu.
“bagaimana mungkin? Aku baru mengenalnya beberapa hari. Aku tak mau dia menjauhiku.”
“lalu kau pikir, dengan diam saja itu lebih baik?”
“paling tidak, aku masih bisa menghabiskan waktu dengannya.”
“apa dia terlihat juga menyukaimu?”
Aku selalu menatap dia akhir-akhir ini. Ingin mengungkapkan pertanyaan itu. Sampai ketika, aku nekat membulatkan tekad, menatapnya saat kami istirahat di tepi jalan, berniat mengatakannya. Tapi dia mendahuluiku.
“kau tahu pria berkacamata yang lewat sini setiap sore.”
“yang mana?” aku mengurungkan sebentar niatku.
“yang memakai motor gedhe itu, motor warna ijo. Kamu sepertinya sering ngobrol dengannya.”
“oh iya..aku kenal.”
“bisa aku titip sesuatu untuknya?”
“apa?”
Dia menyerahkan sebuah amplop surat. Warna cerah, sangat kasual.
“aku sudah lama menyukainya, cuma aku bingung mengatakannya. Makanya aku tiap hari berdiri di tepi jalan, melihatnya, berharap dia menegurku.”
Aku tak melihat lagi gadis itu minggu ini. Dia tak ada di tepi jalan kantor lagi. Entah pindah kemana. Mungkin sekarang sudah mulai pulang bareng temanku yang berkacamata itu. Yang suka memainkan kacamatanya. Mungkin nebeng dia. Mungkin pula dia bosan menunggu. Yang jelas, surat itu tak pernah sampai ke temanku. Entah sekarang berada dimana, waktu kubuang dulu di aliran Kali Ciliwung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar