DADU

DADU
Rasakan, engkau punya banyak pilihan....

Senin, 27 Desember 2010

Chorus - "karena Menanti itu Indah"


Alexa terisak-isak dikamarnya. Wajahnya tertunduk di meja, bertumpu pada punggung tangannya. Alexa sebenarnya tahu, hal ini pasti terjadi. Dia sudah menyiapkan mentalnya untuk menghadapi hal ini. Tapi tak pelak, ketika menghadapinya ternyata tak semudah yang dibayangkannya. Ironis memang.

Alexa menegakkan kepalanya. Memandang separuh badanya yang terpantul dari cermin rias di depannya. Bulir air mata masih tampak membekas. Kerudungnya tampak kusut menutupi kepalanya. Perlahan, Alexa memperbaiki tatanan kerudungnya yang lebar, yang bersatu dengan jubahnya yang longgar, sempurna menutupi seluruh tubuhnya. Apa yang salah dengan ini??? Bukankah semua orang tahu, ketika memeluk agama, pasti ada konsekuensi untuk menaati ajaran agama tersebut. Apa hanya karena ‘tidak biasa’, lantas itu dianggap salah??? Dianggap terlalu eksklusif??? Katakan, dimana keeksklusifan itu??? Rutuk Alexa di dalam hati.

Alexa berpikir, alangkah mudahnya melalui semua ini, kalau saja orang yang dihormati dan disayanginya mendukungnya, senantiasa memberi semangat. Tapi tidak, ternyata dia cuma sendiri. Harapannya tak menjadi nyata. Malah, mereka ikut memojokkannya. Alexa berharap, pikiran mereka lebih terbuka, mendengar argumentasi, melihat ke lingkungan luar. Tapi ternyata, mereka terkungkung hanya di kebiasaan daerah, bukan daerah tetangga, apalagi kota lain. Dan itu cukup untuk mencap Alexa salah.

Alexa sudah berumur 24 tahun. Di usianya itu, seharusnya Alexa sudah menimang satu anak, mengajaknya jalan sore dengan didampingi suaminya, memasak dan berbakti pada suami. Faktanya, memang itulah yang terjadi pada sebagian teman seusianya di kampungnya. Walaupun tidak persis seperti itu, banyak yang pernikahannya dipenuhi pertengkaran dan perselisihan. Tapi paling tidak, mereka sudah menikah. Hanya itu kata kuncinya.

Alexa sudah 2 tahun lulus dari sebuah universitas, dan sekarang sudah bekerja di kota. Memang, nasibnya lebih baik daripada teman sebaya di kampungnya. Alexa bisa meneruskan sampai jenjang kuliah dan mendapat pekerjaan yang lebih baik. Orang tuanya cukup berada sehingga mampu menyekolahkannya. Tapi tidak untuk urusan jodoh. Diantara teman sebayanya di kampung, hanya Alexa yang tak kunjung memiliki pendamping. Tak ayal, banyak suara simpang siur di tetangga.

Hal tersebut belum cukup, malah diperparah. Ketika pulang pas liburan kuliah, penampilan Alexa berubah. Jika dulu waktu SMA, Alexa merupakan gadis cantik yang menjadi idola, lengkap dengan baju seksi, rok sedikit di atas lutut, dan populer. Beranjak kuliah mulai memakai jilbab mini, yang hanya sebatas menutupi kepala, dengan pakaian yang tetap ketat, dan tingkah polah yang tak ada bedanya. Tapi, waktu pulang itu, Alexa berubah. Alexa memakai kerudung besar berwarna gelap, jubahnya berwarna senada. Dari luar yang terlihat hanya paras wajahnya, yang lebih bersinar dan merona, lebih sering tertunduk malu. Tak ada yang ragu, Alexa terlihat sangat cantik. Tapi, tak ada juga yang tahan untuk tidak membicarakan pakaiannya. Pakaian yang sangat asing di kampung, asing dikenakan oleh gadis seusia Alexa, dan asing dari pengetahuan warga.

Perubahan itu bukan saja mengejutkan warga kampung, tapi ayah ibunya, keluarganya juga ikut terperangah. Mereka tidak tahu apa yang terjadi pada anaknya. Di rumah, Alexa dijejali bertubi-tubi pertanyaan, yang hanya Alexa jawab ini perintah agama. Ketika Alexa menjelaskan lebih lanjut dalil-dalilnya, keluarganya malah menuduhnya mengikuti aliran-aliran. Alexa tahu, keluarganya sangat menyayanginya, khawatir padanya, takut terjadi apa-apa padanya. Tapi Alexa sedih, keluarganya tidak mau menerima penjelasannya. Mereka telah menghakiminya, bahkan tanpa mendengar pendapatnya. Tetapi, semarah-marahnya ayah ibunya, Alexa tetap anaknya. Kadang, kalau Alexa pulang lagi, mereka tetap menyambutnya dengan hangat. Sayang, intensitas ngobrol mereka tak lagi sedekat dulu. Ada rasa canggung di antara mereka. Kadang, ketika malam, Alexa suka menangisi keadaan ini. Alexa ingin suasana kembali seperti dulu, tapi tanpa menanggalkan pakaiannya yang sekarang.

Tekanan itu belum cukup. Tetangga yang bisik-bisik di belakangnya, membicarakannya ketika Alexa lewat di jalan kampung. Rasanya semua itu rutin masuk ke telinga Alexa. Awalnya, Alexa tak menanggapi itu semua, selama itu tak merugikannya. Tapi seiring waktu, tetap aja omongan yang kurang enak didengar. Dan sebenarnya, Alexa tak keberatan jika yang digunjingkan itu hanya dia, tapi kesedihan dan amarahnya memuncak, ketika orang tuanya dibawa-bawa. Padahal, sikap ayah ibunya tak jauh beda.

Belum cukup dengan itu, sekarang ketika Alexa sudah mapan dan belum juga menemukan jodohnya, gunjingan itu semakin santer. Rasanya, kedamaian hanya didapatkannya ketika ada di kota, tempat Alexa bekerja, tapi ketika berlibur ke rumah, kedamaian itu lebur. Ironis memang, karena suasana desalah yang harusnya mendamaikan. Sempat terlintas di pikiran Alexa untuk tidak pulang dalam jangka waktu lama, tapi keinginan itu pupus mengingat baktinya pada ayah ibunya. Teringat akan kewajibannya sebagai seorang anak.

Dikepulangannya kali ini, Alexa menangis lagi. Penyebabnya masih hal yang sama. Masalah pakaian dan jodoh. Gunjingan itu tak berhenti. Padahal Alexa selalu berusaha ramah di depan tetangga, sikapnya tak berubah meski sering digosipkan. Senantiasa berharap, semua itu akan reda dengan sendirinya. Tapi percuma, harapannya menguap. Sikap yang diharapkannya dari keluarga dan tetangganya tak kunjung datang. Dan kali ini, di dalam kamarnya sendirian, pertahanan Alexa jebol. Sudah cukup lama Alexa menangis terisak sendirian. Beribu ucap doa, terukir dari bibir mungilnya, diteruskan pula dari dalam hatinya. Menumpahkan sedikit sakit di hatinya, berharap semua akan baik-baik saja, karena tahu Alloh sebaik-baik penolong dan pelindung.

Di kejauhan sana, berjarak lebih dari 100 kilometer dari tempat Alexa menangis bermunajat, seorang perempuan setengah baya sedang berdiri menghadap ke arah oven. Sedikit keringat menetes dari keningnya. Tangannya berlumur tepung, berbau keju. Peralatan masak sebagian tampak berserakan di sekelilingnya, menunggu untuk dibereskan. Terdengar langkah pelan dari belakang perempuan itu. Seorang pemuda, masuk dan menemui perempuan itu dengan santun.

“Assalamu’alaikum…udah jadi ma??” Tanya pemuda itu pelan, berdiri disamping mamanya.

“Wa’alaikumsalam. Ini tinggal nunggu matang, paling bentar lagi. Gimana, dah dapat barangnya??” Tanya perempuan itu, mama pemuda tadi. Matanya melirik anaknya, sambil tersenyum.

“Udah sih, tapi ya biasa aja ma. Ga papa kan, semoga aja orangnya suka.” Wajah pemuda itu bersemu merah.

“iya pasti suka kok, anak mama yang pilihin pasti bagus…hehe!” ujar mama menggoda anaknya.”yang penting itu hati kita, ikhlas dan berniat baik. Semoga semuanya lancar.” Lanjut mama.

“iya, semoga besok pas ke sana lancar dan berkah.” Pemuda itu mengamini perkataan mamanya.

Bunyi dari oven, pertanda kue sudah matang. Mama dengan hati-hati mengeluarkan kue dari oven, membiarkan sebentar agar dingin, sebelum dikemas dalam toples. Semerbak bau harum memenuhi ruangan, bau keju matang.

“hemmm…harum banget ma, dia pasti suka.” Ucap pemuda itu. Sambil tangannya menjumput sepotong kue dari Loyang.

“semoga. Oh ya, dia sudah tahu belum kalo kita mau ke sana??” Tanya mama. Tangannya terampil memasukkan kue keju ke toples.

“belum sih, pengen bikin kejutan..hehehe! biar romantis Ma.” Jawab pemuda itu ringan.

Mamanya ikut tersenyum,”tapi bener kan dia belum ada yang khitbah??” Tanya mamanya.

“insyaAlloh belum ma, makanya kita harus cepat-cepat. Sebelum direbut orang. Susah ma cari perempuan seperti dia di zaman ini. Perempuan yang begitu sederhana, sempurna tertutup auratnya, pandai menjaga diri dan berakhlak baik. Jadi ga sabar nih…”ucap pemuda itu gemas. Mamanya di sebelahnya hanya tersenyum, sembari berdoa dalam hatinya untuk kebahagiaan putranya.

Kue keju telah sempurna tertata di dalam toples. Telah siap menjadi pengawal sang pemuda untuk merebut hati sang gadis impian. Kue keju, yang di dalamnya tercampur seribu doa dari sang mama, yang dibuat dengan cinta, dan dikemas dengan restu.

Sang mama beranjak ke wastafel, membersihkan kerudungnya yang terkena sedikit noda kue. Matanya melirik anaknya, anak yang telah tumbuh dewasa, yang berwajah cerah, dihiasi jenggot tipis. Seorang anak yang dididiknya sendirian, setelah sang suami meninggal, telah tumbuh dewasa, yang sebentar lagi telah siap berumah tangga. Tak terasa, sebutir bulir hangat membasahi pipinya, sambil menatap pemuda berwajah ceria di hadapannya.

100 kilometer lebih dari dapur tempat membuat kue itu, Alexa tertidur pulas. Terlalu lelah menangis sehari ini. Tak pernah tahu, esok takdir membawakan seorang belahan jiwanya.

Di meja riasnya, di dalam toples, bertumpuk rapi kue keju yang belum sempat dimakan Alexa.

##karena sungguh, wanita baik-baik akan memperoleh lelaki yang baik-baik. Itu janji Alloh, tak perlu kau ragukan##

Tidak ada komentar:

Posting Komentar