Judul : Remember When
Penulis : Winna Efendi
Penerbit : Gagas Media
Jumlah Hal. : 252 hal.
ISBN : 979-780-487-9
Cinta. Romantis. Masa SMA. Inilah
tema pokok novel karya Winna Efendi ini. Sebuah tema yang umum memang,
mengingat sangat banyak novel serupa yang mengusung tema ini. Tema yang tak ada
matinya, begitulah. Bosan? Mungkin. Tapi tema ini bisa dibuat menarik dengan
eksekusi yang unik, lain, menghadirkan kejutan dan gaya penceritaan yang
menarik. Dan memang, Winna ahli untuk hal ini.
Bercerita tentang empat sahabat,
Moses dan Adrian, serta Freya dan Gia. Masing-masing menyimpan cinta dan
memutuskan untuk mengungkapkannya, pacaran. Mereka sering melakukan kegiatan
bersama, sehingga Adrian yang sebelumnya tak begitu mengenal Freya, perlahan
mulai mengerti seperti apa sosok Freya. Lalu hubungan itu secara mengejutkan
berubah menjadi rumit, sehingga harus ada yang berkorban, harus ada yang
mengalah.
Novel ini memakai sudut pandang
masing-masing tokoh, yaitu Moses, Freya, Gia dan Adrian. Serta satu tokoh luar
yaitu Erik, yang memandang secara obyektif. Novel ini mengemukakan konflik
cinta segiempat antara keempat tokoh di atas, yang juga merupakan sahabat
karib. Bagaimana hubungan Moses dan Freya yang begitu datar dan tanpa kejutan,
lalu hubungan Adrian dan Gia yang diwarnai putus nyambung, serta bagaimana
ketika hati begitu mudah terbolak-balik dengan hadirnya cinta yang baru.
Bagaimana harus mempertahankan cinta, atau melepaskannya?
Winna dengan lancar
mendeskripsikan karakter tiap tokoh dengan baik, sehingga kita dapat dengan
mudah menyelami seolah merasakan sendiri konfliknya. Meski agak membingungkan,
tapi memakai 5 sudut pandang yang berbeda menimbulkan sensasi tersendiri, lebih
mengetahui apa yang dirasakan tiap tokoh secara lebih detail.
Sayangnya, konflik yang
sedemikian bagus diusung dan diceritakan Winna, menurut saya terlalu berat dan
rumit untuk anak SMA. Bagaimana cara penyikapan mereka atas masalah malah
terasa terlalu dewasa. Benarkah anak SMA sekarang telah sedewasa itu? Entahlah.
Karena menurut saya, masa SMA masih terlalu labil untuk diberi konflik serumit
itu. Tapi bagaimanapun, tiap orang kan berbeda. Masih bisa ditoleransi.
Selain itu, ending kisah ini saya
rasa terlalu memaksa untuk dijadikan happy ending. Mengapa? Mengingat apa yang
telah dilakukan oleh tiap tokoh baik saat konflik terjadi maupun sebelumnya,
ending tersebut terkesan begitu klise, dipaksakan. Saya berpikir malah lebih
baik ending tersebut dibiarkan menggantung saja, lalu serahkan pada pembaca
ingin mengakhirinya seperti apa. Seperti contohnya keputusan yang diambil Gia
dan Adrian di ending buku ini, saya rasa keputusan itu terlalu memaksa
mengingat apa yang sudah pernah terjadi.
Secara keseluruhan, novel ini
sangat layak dibaca, karena gaya bercerita Winna yang memang sangat bagus,
sangat runut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar