Judul :
Keluarga Twit
Pengarang :
Roald Dahl
Penerbit :
Gramedia Pustaka Utama
Jumlah Hal :
104 Hal
ISBN : 978-979-22-0275-5
Buku ini menceritakan tentang Mr. dan Mrs.
Twit, sepasang suami istri, yang saling mengerjai dengan cara yang mengerikan. Taka
da yang mau mengalah dan tak pernah puas dengan keisengan yang dilakukan terus
menerus. Selain itu, mereka merupakan sosok yang menjijikan, dengan rambut yang
tumbuh di seluruh wajah yang bertahun-tahun tak dicuci. Merekapun ternyata tak
pernah mandi!!
Keanehan belum cukup sampai di situ. Rumah
mereka tak memiliki sebuah jendelapun dan mereka memiliki peliharaan monyet
Muggle-Wump yang diajari jungkir balik setiap waktu. Di sini akan diceritakan
bagaimana Mr. dan Mrs. Twit saling melakukan keisengan, bagaimana kekejaman
mereka pada monyet Muggle-Wump dan burung-burung dan apa yang dilakukan monyet
Muggle-Wump untuk membalas Mr. dan Mrs. Twit dengan bantuan burung Roly-Poly.
Seperti biasa, Roald Dahl menggambarkan
imajinasinya dengan bagus, dengan mendetail. Dengan konsep cerita yang
sederhana tapi tetap dengan kekomplekan karakter tokohnya. Lihatlah bagaimana
Dahl menggambarkan menjijikannya Mr. Twit dengan rambut-rambutnya melalui
kalimat-kalimat sederhana dan begitu jujur, begitu lugas, bahkan untuk anak-anak
sekalipun, beserta ilustrasi yang akan membantu kita membayangkannya di otak.
Begitu pula halnya dengan Mrs. Twit. Ya, ilustrasi-ilustrasi di sini begitu
menarik, sangat membantu, membuat kita tak cepat merasa bosan hanya membaca
tulisan saja.
Roald Dahl juga tetap menyelipkan pelajaran
moral yang baik untuk anak-anak, melalui tokoh di buku ini. Bagaimana
pentingnya menjaga kebersihan agar tak tampak menjijikan seperti Mr. dan Mrs.
Twit. Ada pula pelajaran agar tak saling mengerjai karena tak ada untungnya,
hanya menimbulkan kebencian dan keinginan balas dendam. Dan yang utama adalah
bahwa pihak yang baik dan tertindas, dengan kecerdikannya, akan menang.
Sayang sekali, Dahl menyelipkan begitu
banyak umpatan-umpatan, yang jujur menurut saya, tidak pantas untuk dibaca
anak-anak. Meski telah dialihbahasakan, tetap saja umpatan adalah umpatan.
Santun dalam perkataan sepertinya juga merupakan hal penting yang harus
diajarkan pada anak-anak. Dan umpatan ini tidak pantas ada di buku anak.
Pendampingan orang tua, ketika anak membaca buku ini, sangat diperlukan.
Terutama untuk menjelaskan kelakuan tiap karakter dan menyensor kalimat-kalimat
yang tak pantas dibaca anak.
Umpatan itu seperti:
“Diamlah, nenek sihir tua” (hal. 20)
“Aku datang, belut ubanan! Lobak tua busuk!
Orang-orangan sawah kotor!” (hal. 44)
Selain dari itu, buku ini pantas digunakan
sebagai alternative bacaan anak karena tetap banyak pelajaran yang bisa
dipetik.
Link gambar: sini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar